Baru setengah tahun berkuasa, ia mengambil gebrakan baru yang membuat orang sedunia terkaget-kaget.
Pada bulan Agustus 1972 semua orang Asia warga negara Inggris (60.000 orang) diberi waktu 90 hari untuk angkat kaki dari Uganda.
Tindakan itu diambil bukan karena rasialisme tapi karena ia ingin memberikan "kemerdekaan yang sesungguhnya kepada rakyat Uganda".
Yang langsung kalang-kabut tentu saja Inggris. Para pejabatnya repot menghubungi pemerintah Australia, Selandia Baru, dan negara persemakmuran lain untuk membicarakan penampungan.
Apalagi, pagi-pagi Kenya dan Tanzania sudah menyatakan "tidak terima tamu" terhadap orang-orang Asia yang diusir ini.
Para pengamat meragukan kemampuan orang Uganda untuk dalam waktu singkat menggantikan fungsi mereka sebagai pengendali roda perekonomian.
Sepuluh hari kemudian, keluar aturan tambahan: orang asing yang sudah berwarga negara Uganda pun mesti pergi. Jumlahnya sekitar 23.000 orang.
Sudah tentu orang keturunan asing yang lahir di Uganda kebingungan. Kalau mereka pergi, berarti status mereka akan menjadi tidak bernegara.
Sialnya lagi, India, Pakistan dan Bangladesh (negara asal mereka) pun menolak kedatangan mereka. Idi Amin benar-benar membuat banyak orang pusing.
Kegegeran belum surut, giliran orang asing Eropa yang pening tujuh keliling. Proses nasionalisasi dinyatakan mencakup juga hak milik mereka.
Untuk menghindari penyelundupan uang atau benda berharga melalui pos, Idi Amin memerintahkan pemeriksaan paket-paket tercatat ke luar negeri.
Bisa dimengerti bila keputusan drastis ini menciptakan krisis. Sementara sekitar 90% perdagangan dan industrinya dikuasai orang-orang Asia, orang Uganda sendiri masih sangat agraris.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR