Advertorial

Ariel Sharon, Jenderal Israel Penjagal dari Beirut yang Meninggal Setelah 8 Tahun Koma

Moh Habib Asyhad

Editor

Intisari-Online.com -Di panggung politik Timur Tengah dan internasional, Ariel Sharon, yang bernama lengkap Ariel Scheinermann, merupakan figur kontroversial.

Dari kecil Ariel, yang lahir di Kfar Malta, Palestina, pada 27 Februari 1928, sudah didoktrin keluarganya untuk mendukung gerakan Zionisme.

Pada usia 14 tahun, Ariel yang menerjemahkan dukungannya terhadap Zionisme dengan cara menyerang rakyat Palestina itu mulai masuk organisasi bersenjata.

(Baca juga:Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)

(Baca juga:Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)

Ia bergabung dengan kelompok mafia Haganah dan beberapa tahun kemudian masuk satuan Infantri Israel, Brigade Alexandroni.

Sebagai militer yang gemar melakukan serangan brutal, Ariel yang kemudian menjabat komandan terus melancarkan teror terhadap rakyat Palestina.

Dalam berbagai pertempuran yang dialami, Ariel sempat terluka dan hampir saja tewas.

Karier militernya terus menanjak. Pada 1949 ia dipercaya memimpin unit intai tempur Brigade Golani.

Tak hanya berkarier di militer, tahun 1950 Ariel masuk Universitas Ibrani Yerusalem dan mengambil studi Sejarah dan Kultur Timur Tengah.

Karena konflik Israel-Palestina makin memanas setahun kemudian, Ariel aktif kembali di militer Israel dengan pangkat mayor dan memimpin unit khusus Unit 101.

Unit pasukan khusus yang bertugas menyergap gerilyawan Palestina ini dikenal kejam. Pada 1953 mereka pernah membantai 69 penduduk Palestina.

Akibat peristiwa pembantaian itu, Ariel mendapat julukan baru, Penjagal dari Beirut.

Perang demi perang terus dijalani Ariel mulai dari perang di Terusan Suez (1956), Perang Enam Hari (1967), dan Perang Yom Kippur (1973).

Perang yang membuat nama Ariel Sharon naik turun itu rupanya membuat nasibnya tetap beruntung mengingat pangkat mayor jenderal berhasil disandangnya.

Foto Ariel yang bagian kepalanya terbalut perban saat bertempur di Terusan Suez bahkan menjadi simbol kekuatan militer Israel.

Usai perang Ariel terpilih sebagai anggota Knesset, semacam kabinetnya Israel.

(Baca juga:Israel Pindahkan Ibukota ke Yerusalem, Tugas Pasukan PBB Asal Indonesia pun Makin Berat)

(Baca juga:Ternyata Arab Saudi Pernah Minta Palestina ‘Mengalah’ Soal Yerusalem dengan Usulkan Kota Ini Sebagai Ibu Kota)

Akan tetapi pada 1974, Ariel mundur dari Knesset sekaligus pensiun dari dunia militer.

Ariel lalu bergabung dengan partai politik yang selanjutnya menjadi kendaraannya meraih kekuasaan, yaitu di Partai Likud.

Selain aktif di partai, Ariel juga dipercaya sebagai Penasihat Keamanan Perdana Menteri Israel saat itu, Yitzhak Rabin.

Tahun 1977, Ariel kembali ke Knesset dan menerima jabatan menteri pertanian.

Tahun 1981-1983 Ariel menjabat menteri pertahanan.

Pada periode itu perang antara Israel dan Lebanon kembali berkobar serta diwarnai peristiwa kelam, pembantaian 3.000 pengungsi Palestina di Kamp Sabra dan Shatila oleh milisi Phalangis.

Tentara Israel yang menyerbu Lebanon atas perintah Ariel dianggap gagal meyelamatkan pengungsi dan dituduh melakukan pembiaran terhadap pembantaian itu.

Nama Ariel Sharon kembali tercoreng dan pria yang telah dicap sebagai Penjagal dari Beirut ini memilih mengundurkan diri.

Tahun 1984, Ariel membuat manuver politik lagi dan bergabung di Knesset.

Sejumlah jabatan yang tak berkaitan dengan pertumpahan darah dipegang Ariel, antara lain menteri perindustrian dan perdagangan, menteri perumahan dan konstruksi, menteri infrastruktur, serta pada tahun 1998 menjabat menteri luar negeri.

Tahun 1999 ketika secara kebetulan Benyamin Netanyahu mundur sebagai ketua Partai Likud, Ariel maju menggantikannya.

Posisi itu membuat Ariel secara mulus menduduki kursi Perdana Menteri pada Februari 2001.

Sebagai PM, Ariel lagi-lagi membuat langkah kontroversial.

Ia membentuk koalisi persatuan nasional dan mendorong perdamaian Israel-Palestina.

(Baca juga:Jokowi: Indonesia Mengecam Keras Pengakuan AS atas Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel)

(Baca juga:Mengapa Keputusan Trump Akui Yerusalem Sebagai Ibu Kota Israel Sangat Kontroversial?)

Suatu langkah politik yang dahulu sangat diharamkannya. Ariel bahkan memerintahkan penarikan mundur pasukan Israel dari Jalur Gaza.

Langkah ini ternyata membuat Partai Likud terpecah.

Di Jalur Gaza sendiri, faktor keamanan mulai dipegang pejuang yang kemudian memperdaya Israel, yaitu Hizbullah.

Perpecahan Partai Likud membuat Ariel Sharon berang.

Tak lama kemudian, pada November 2005, ia membentuk partai baru bernama Kadima.

Langkah politik dan karier Sharon sebagai PM terhenti ketika pada bulan Desember, stroke menyerangnya.

Setelah lebih dari 100 hari terkapar tak sadarkan diri, posisi Ariel lalu digantikan wakil PM, Ehud Olmert.

Ketika pasukan Israel berhasil dipukul mundur Hizbullah dan PM Ehud Olmert harus bertanggungjawab terhadap kekalahan perang itu.

Ariel Sharon tidak tahu sama sekali.

Mantan jenderal yang terkenal kejam dan ingin mengubah perjalanan hidupnya dengan mendorong perdamaian Palestina itu masih terkapar koma di rumah sakit militer, Sheba Medical Center.

Pada 11 Januari 2014 Ariel Sharon meninggal dunia setelah selama 8 tahun mengalami koma dan hidup dengan alat bantu pernapasan.

Artikel Terkait