(Baca juga: Jalan di Bali Dibangun Menggunakan Aspal dari Limbah Plastik, di India Sudah Dilakukan Sejak Dua Tahun yang Lalu)
Ayam yang digunakan harus siap biengkuning (ayam berbulu merah kekuningan), jantan, supit gunting (masih perjaka), berkaki kuning, dan berjengger. Ayam merah kekuningan melambangkan Dewa Brahma, supit kuning melambangkan kesucian.
Sementara untuk bukaka celeng, babinya harus ber-jambot (berjambul), bertaring, berbulu hitam mulus (tak boleh ada bulu warna lain barang selembar pun). Berbulu hitam mulus tanpa "noda" ini melambangkan kesucian.
Menurut I Made Pasek, babi merupakan simbol Wisnu (nama Tuhan dalam manifestasinya sebagai pemelihara alam semesta). Wisnu juga pemberi air.
"Katanya, Dewa Wisnu itu warna saktinya hitam. Jadi (semuanya) dihubungkan dengah ilmu filsafat. Wisnu (melambangkan) air, simbolnya hitam. Jadi babi itu harus hitam. Di samping itu, Wisnu juga melambangkan pertiwi atau bumi. Bumi dan air itulah kehidupan petani," tutur Pasek.
Percikan air sakti
Sebelum bukaka diusung pada hari yang telah ditetapkan, (biasanya sehari setelah dilangsungkannya ngusabha bukaka siap) para pemandu upacara meskam (mandi suci) di Pancuran Mas.
Tempat ini berupa tanah tandus yang dulunya memiliki mata air dan diberi pancuran. Tapi kini mata air itu sudah tidak ada. Belakangan mandi suci cuma dilakukan secara simbolis sebagai syarat untuk penyucian para pemangku.
Di Pura Gunung Sekar, para pramu subak (pengusung bukaka) mebakti (melakukan persembahyangan) dulu. Kemudian mereka lari mengambil bukaka di Pura Pasek yang letaknya sekitar 500 m dari Pura Gunung Sekar.
Bukaka yang telah disiapkan segera mereka usung ke Pura Gunung Sekar. Di pura ini sang bukaka diupacarai oleh pemimpin upacara. Setelah mendapat percikan tirta, bukaka celeng itu seakan-akan kemasukan roh sang batara, hidup dan memiliki kekuatan magis.
Para pemikul pun harus metiria (baca: metirte, mendapatkan percikan tirta) sebagai tanda penyucian diri yang bisa membuat mereka intrance (kesurupan).
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR