"Di sini kepercayaan itu masih kuat, meski secara logika hampir tak mungkin," tutur Gde Nesa Wibawa, pemuda Dusun Beji. "Kalau sampai ke sini dikhawatirkan dewi yang di sini diambil. Jadi otomatis panen di sini tidak berhasil," tambahnya.
Itulah sebabnya, kalau rute pelancongan bukaka celeng melewati Pura Beji, warga Dusun Beji akan mati-matian menghalaunya. Bahkan, pernah sampai terjadi "perang batu" hingga darah pun mengucur dari tubuh para pengusung.
"Jadi dihalau biar dari Timur langsung ke Barat, tidak ke Utara (ke Dusun Beji, Red). Sampai sekarang juga begitu, bahkan dijaga polisi," jelas Wibawa.
Sebaliknya, warga Sangsit di luar Dusun Beji justru sangat mengharapkan kedatangan si bukaka celeng.
"Kepercayaannya, kalau bukaka itu sampai masuk ke sawah seseorang, walaupun padi itu diinjak-injak, nanti hasilnya akan luar biasa. Itu sudah berulang kali terjadi demikian, sehingga sekarang menjadi keyakinan para petani. Sekarang kalau ada upacara ngusabha bukaka, (mereka) berharap (sawah mereka) dilewati. Istilahnya, Dong bethara nyidaang jeng meriki betharane margi, dimohon pada beliau supaya lewat sawahnya," jelas I Made Pasek, kasie Kebudayaan Depdikbud Kab. Buleleng.
Ayam perjaka babi berjambul
Persiapan upacara ngusabha bukaka memerlukan waktu beberapa hari. Yang perlu dilakukan dalam persiapan di antaranya melasthi (penyudan) di segara (pantai), mengambil air suci di empelan (mata air), serta minta restu di pura segara dan beberapa pura subak.
Suasana magis mulai terasa tiga hari menjelang hari "H" upacara. Saat itu para pemandu ngusabha melakukan upacara menuntun. Mereka mencari tahu pada sang batara rute yang bakal dilaluinya selama prosesi perarakan berlangsung.
Lalu, sehari sebelum pelaksanaan, sarana upacara utama berupa babi panggang mulai disiapkan.
Pada ngusabha bukaka celeng, babinya cuma dipanggang sebelah (matang sebelah). Menurut Ketut Suprana, warga Desa Sangsit, pemanggangan separuh tubuh ini merupakan perlambang kehidupan manusia yang berlangsung di atas subha dan asubha karma (perbuatan baik dan buruk).
Bagian yang matang melambangkan kebaikan dan yang mentah keburukan. Namun, untuk bukaka siap, ayam dipanggang merata. Pemanggangan hanya penerusan tradisi belaka, tanpa ada yang mengetahui makna dan tujuannya.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR