Advertorial

Kisah Cagak Anim yang Digdaya, Fortuner Saja Ringsek

Agus Surono

Editor

Tiang listrik memiliki sejarah yang panjang meski tak banyak berubah. Namun di masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki cerita tersendiri.
Tiang listrik memiliki sejarah yang panjang meski tak banyak berubah. Namun di masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur memiliki cerita tersendiri.

Intisari-Online.com -Mereka yang pernah tumbuh kembang di Jawa Tengah dan Yogyakarta tentu kenal dengan istilah cagak anim. Kosa kata itu untuk menyebut tiang listrik. Mengapa listrik disulih dengan istilah anim?

Istilah “anim” itu mengacu ke salah satu perusahaan swasta yang mengelola listrik di Indonesia zaman penjajahan, yakni Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij(ANIEM).

ANIEM merupakan perusahaan yang berada di bawah NV Handelsvennootschap yang sebelumnya bernama Maintz & Co. Perusahaan ini berkedudukan di Amsterdam dan masuk pertama kali ke Kota Surabaya pada akhir abad ke-19 dengan mendirikan perusahaan gas yang bernama Nederlandsche Indische Gas Maatschappij [NIGM].

Pada tahun 1909, perusahaan ini diberi hak untuk membangun beberapa pembangkit tenaga listrik berikut sistem distribusinya ke kota-kota besar di Jawa.

Dalam waktu yang tidak berapa lama,ANIEM berkembang menjadi perusahaan listrik swasta terbesar di Indonesia dan menguasai sekitar 40% dari kebutuhan listrik di dalam negeri. ANIEM juga melakukan percepatan ekspansi seiring dengan permintaan listrik yang tinggi.

Pada 26 Agustus 1921 ANIEM mendapat konsesi di Banjarmasin yang kontraknya berlaku hingga 31 Desember 1960. Pada tahun 1937 pangelolaan listrik di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan diserahkan kepada ANIEM.

(Baca juga:Ini Jawaban Toyota Soal Isu Tidak Mengembangnya Airbag Toyota Fortuner yang Ditumpangi Setnov)

Dari sinilah kemudian muncul istilah “cagak anim” demi memudahkan penyebutannya. Bisa juga karena istilah itu menyebar di kalangan rakyat biasa yang tak mampu mengalirkan listrik ke rumahnya. Timbul sesuatu kekaguman yang tak mereka mengerti apa nama barang itu.

Ya, zaman itu hanya sedikit rumah yang dialiri listrik. Makanya, ada rasa bangga jika rumah kita sudah berlistrik.

Bahkan yang tak berlistrik namun rumahnya dekat tiang untuk menggantung kabel berisi listrik pun terpercik kebanggaan. Soalnya bisa bilang, “Omahku sing cedhak cagak anim.” (Rumahku yang dekat tiang listrik).

Tiang listrik pertama kali digunakan di tengah masyarakat pada 1816 oleh Sir Francis Ronalds. Tiang ini menopang kabel utilitas sepanjang sekitar 12,8 km di distrik Hammersmith, London Barat, Inggris. Ronalds menjadikan tiang listrik itu untuk menunjang penggunaan telegram di Hammersmith Mall.

Dalam buku berjudul SirFrancis Ronalds: Father of the Electric Telegraph, Ronalds berangapan temuannya soal tiang utilitas akan membuat seluruh dunia akan teraliri listrik. "Beri saya material yang cukup dan saya akan mengaliri listrik untuk dunia," ungkap Ronalds.

(Baca juga:Perjalanan Setya Novanto, Dari Berdagang Beras Rp82.500 Hingga Punya Harta Rp114 Miliar)

Begitulah, tiang listrik itu pun mencapai ke Indonesia secara masif pada 1897, atau 81 tahun setelah penemuan Ronalds. Yang menancapkan tiang ya si ANIM tadi. Wujudnya belum seperti sekarang ini, dari baja atau beton. Masih menggunakan kayu atau bambu.

Namun di era awal, tiang listrik di Indonesia maupun wilayah lain di dunia hanya menggunakan kayu atau bambu sebagai penopang. Sedangkan kini, puluhan juta tiang utilitas atau tiang listrik yang ada di Indonesia umumnya bermaterikan besi atau beton sebagai penopang.

Setiap tiang utilitas, rata-rata menopang kabel beraliran antara 6 KV, 12 KV 20 KV dan 24 KV. Ukuran tinggi tiang listrik secara umum 12 meter, dengan dua meternya dikubur di dalam tanah. Diameternya rata-rata 20 sampai 30 sentimeter.

Belakangan, di beberapa kota besar khususnya Jakarta, aliran listrik sudah tidak lagi lewat udara karena ditanam. Selain menghindari tiangnya ditabrak, juga menambah keindahan. (*)

[Catatan: Dalam kasus kecelakaan Setya Novanto, ternyata yang ditabrak mobil Fortuner yang ditumpangi Ketua DPR RI itu bukan tiang listrik. Manajer Komunikasi, Hukum dan Administrasi PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya (Disjaya), Aries Dwianto, mengatakan tiang merupakan tiang lampu atau Penerangan Jalan Umum (PJU) milik Pemerintah Kota (Pemkot) DKI.]

Artikel Terkait