Advertorial
Intisari-Online.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka.
Ketua Umum Partai Golkar itu kembali dijerat dalam kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya, setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.
Pengumuman penetapan Novanto sebagai tersangka itu disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (10/11/2017).
(Baca juga: Setya Novanto Sering Tertidur saat Acara Resmi, Ini 7 Hal yang Bikin Orang Mudah Kantuk)
"Setelah proses penyelidikan dan terdapat bukti permulaan yang cukup dan melakukan gelar perkara akhir Oktober 2017, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan pada 31 Oktober 2017 atas nama tersangka SN, anggota DPR RI," kata Saut.
Dalam kasus ini, Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam penetapan tersangka sebelumnya, KPK menduga Novanto terlibat dalam korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Novanto diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi. Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan.
Novanto diduga ikut mengakibatkan kerugian negara Rp2,3 triliun dari nilai proyek Rp5,9 triliun.
Dugaan keterlibatan Novanto dalam kasus e-KTP juga sudah terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor selama ini.
Novanto sudah berkali-kali diperiksa penyidik KPK dan bersaksi di pengadilan. Ia membantah terlibat atau menerima aliran dana korupsi e-KTP.
(Baca juga: Jusuf Kalla Minta Penjelasan Penyakit Novanto, Humas RS Premier: Rapatin Dulu)
Aliran uang
Jaksa KPK sudah mengungkapkan jatah untuk Novanto dalam dakwaan para terdakwa yang sudah disidangkan.
Surat tuntutan jaksa menjelaskan bahwa pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong beberapa kali melakukan pertemuan dengan beberapa anggota DPR RI, khususnya Setya Novanto, Muhammad Nazaruddin, dan Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Anggota DPR tersebut dianggap representasi Partai Golkar dan Demokrat yang dapat mendorong Komisi II menyetujui anggaran e-KTP.
Setelah beberapa kali pertemuan, disepakati bahwa anggaran e-KTP sebesar Rp5,9 triliun.
Untuk merealisasikan fee anggota DPR, Andi membuat kesepakatan dengan Novanto, Anas, dan Nazaruddin, tentang rencana penggunaan anggaran.
Dalam kesepakatan itu, sebesar 51 persen anggaran, atau sejumlah Rp2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belaja rill proyek.
Sementara, sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp2,5 triliun akan dibagikan kepada pejabat Kemendagri 7 persen, dan anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen.
Setya Novanto dan Andi Narogong akan mendapat sebesar 11 persen, atau senilai Rp574.200.000.000.
Selain itu, kepada Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen, atau jumlah yang sama dengan Novanto.
Kemudian, sisa 15 persen akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan.
(Robertus Belarminus)
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “KPK Kembali Tetapkan Setya Novanto sebagai Tersangka Kasus E-KTP”.