Paul ternyata lebih ahli
Paul dan Clare Wolfowitz mungkin pasangan duta besar negara sahabat yang memiliki perhatian paling besar pada masalah-masalah seni dan budaya Indonesia. Bukan luar biasa kalau kita melihat pasangan suami-istri ini menghadiri pergelaran wayang kulit, pameran lukisan atau pertunjukan film Indonesia.
Sebagian sahabat-sahabat kental mereka di sini juga terdiri atas para budayawan dan seniman.
Banyak orang mengira bahwa Clare-lah yang banyak mempengaruhi sang suami dalam hal ini. Termasuk usaha Paul Wolfowitz mempelajari bahasa Indonesia, konon, antara lain, dari supir pribadinya, yang membuatnya kini mampu berpidato dengan lancar dalam bahasa Indonesia.
Clare, yang sudah sejak lama mendalami pengetahuan tentang kebudayaan Indonesia, tentu saja banyak menunjang citra sang suami sebagai duta besar AS yang istimewa. Namun, ia menyangkal bahwa itu semua disebabkan karena pengaruhnya.
"Tentang Indonesia, suami saya sebetulnya tahu lebih banyak daripada saya," katanya merendah. "Ia sangat menyukai sejarah. Kalau senggang ia biasa membaca sejarah, surat kabar, sampai novel Indonesia. Banyak orang mengira itu semua karena saya. Padahal, pengaruh saya hanya sejauh bahwa saya berpendapat Indonesia adalah negeri yang amat menarik dan istimewa. Baginya, yang paling menarik mungkin soal pemerintahan. Namun, lambat laun ia juga menyukai wayang, batik dan hal-hal lain."
Bagi Clare, memang sisi kebudayaannyalah hal yang paling menarik dari Indonesia. Misalnya saja, "Beberapa waktu yang lalu ada Malam Sumatra Barat di sini (maksudnya, di rumah keluarga Wolfowitz, Red.). Waktu itu, antara lain, ada peragaan adat membawa pulang suami. Menurut ajaran Islam, yang sudah sejak lama dianut orang Sumatra Barat, suami tidak masuk ke dalam keluarga istri. Namun, rupanya, mereka memadukan agama dan tradisi. Bagi saya, itu sangat menarik," begitu Clare bercerita.
Sibuk mengurus anak
Ditanya soal kegiatannya sehari-hari di luar acara-acara resmi, Clare mengatakan bahwa di negeri yang orang-orangnya ramah seperti di Indonesia, sulit menarik garis yang tegas antara kegiatan resmi dan yang tak resmi. "Di sini, semua hal bisa disebut resmi, meski sebenarnya tak resmi."
Yang pasti, Clare senang melakukan latihan tari jika ia punya waktu luang. "Menari adalah adalah satu-satunya kegiatan yang benar-benar saya sukai," katanya.
Ia bukan hanya menari balet modern, tapi juga menari Jawa, yang sudah mulai dipelajarinya lebih dari seperempat abad lalu di Yogya.
Pertemuannya dengan Happy Soeryadjaya-lah yang antara lain membangkitkan kembali semangat lamanya untuk menari Jawa. Menantu Raja Mobil William Soeryadjaya yang penari Jawa gaya Solo ini mengajak Clare untuk berlatih bersama.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR