Advertorial

Di Dunia Ini, Masih Saja Ada Orang yang Menganggap Dirinya Lebih Tinggi Dari Orang Lain

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com - Berbeda dengan optimisme, meninggikan diri bukanlah suatu kualitas psikologis yang seharusnya dimiliki manusia.

Optimis adalah strategi untuk sukses dalam kehidupan, berbeda dengan keinginan untuk meninggikan diri.

Sayangnya sering kali orang terjebak dengan meninggikan dirinya sendiri namun dibungkus dengan optimisme.

Hal ini membuatnya menyombongkan diri dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain secara ekspilisit.

(Baca juga: Untuk Kamu Yang Sukses Jangan Sombong Dulu, Siapa Tahu Itu Karena Doa Orang Yang Mencintaimu Dengan Tulus)

Sehingga akhirnya orang merasa diremehkan dengan sikapnya itu.

Salah satu tanda orang yang menganggap dirinya lebih hebat dari orang lain adalah menyombongkan diri serta menonjolkan keakuannya agar diakui banyak orang.

Ia tidak akan segan mengatakan, “saya adalah..”, “saya itu..” “kalau saya sih..”

Ketika seseorang mengungkapkan pernyataan komparatif dengan orang lain, ia telah menunjukkan sebuah keangkuhan yang eksplisit.

Dan masalahnya, orang yang mendengarnya merasa kecil hati.

Psychologytoday.com juga menyebutkan bahwa meninggikan diri berkedok optimisme ini tidak selalu disadari seseorang.

Karena sifatnya tidak selalu menonjol, bisa saja terjadi dalam hati.

Contohnya, membandingkan kemalangan diri sendiri dengan orang lain.

(Baca juga: Sesombong Apakah Diri Anda? Kuis Ini akan Membongkarnya)

(Baca juga: Sombong itu Perlu! Seberapa Besar Anda Membanggakan Diri Sendiri?)

Ada sebagian orang yang menganggap dirinya tidak pantas menerima kemalangan yang lebih buruk dari orang lain.

Ini pun dapat disebut keangkuhan.

Atau dalam persaingan kerja, ada orang yang cenderung merasa dirinya lebih baik dari kompetitor lainnya sehingga tidak pantas untuk dipecat/diturunkan jabatannya.

Ironis memang, karena banyak orang yang menganggap dirinya “lebih baik” dan “lebih tinggi” dari pada orang lain.

Sayangnya, tidak mudah juga untuk memperingatkan seseorang ketika ia terjebak dalam perilaku ini.

Kecuali ia menyadarinya sendiri dan terbuka untuk dievaluasi.

Sebetulnya tidak masalah menganggap diri kita lebih beruntung, lebih bahagia, atau lebih disukai orang lain.

Tapi lebih baik mengekspresikannya dalam rasa syukur ketimbang meremehkan orang lain.

Artikel Terkait