Kepemilikan pesawat pengintai sebanyak 4 unit E-2 C Hawk Eye oleh Singapura telah menunjukan, bagaimana lalu lintas gelombang elektromagnetik, baik itu untuk komunikasi maupun non komunikasi, yang lalu lalang terutama untuk aspek militer (termasuk dari Indonesia) sudah terekam semua dengan baiknya.
Pesawat ini juga dapat digunakan sebagai pesawat pusat kontrol komando dalam peperangan, yang diperkuat oleh pesawat jenis F 50 sebagai pesawat pengintai.
Singapura juga memiliki puluhan pesawat tempur F 16, dengan persenjataan yang relatif lengkap, sebagian disimpan di negar lain yang sewaktu waktu dapat digunakan untuk memperkuat pertahanan udaranya.
Demikian juga helikopter-helikopternya, merupakan kombinasi untuk angkutan, tempur dan transport.
Dengan dukungan pesawat tanker C130, maka radius aksi pesawat pesawat tempur RSAF bisa melingkupi kota kota besar Jawa.
Pemantauan ruang udara RI juga bisa dilaksanakan oleh radar milik Australia, Jindalee Operational Radar Network (JORN), yang merupakan radar berposisi di ruang angkasa dan mampu memonitor pergerakan benda di udara serta laut seluas 37.000 km persegi.
Secara teknis jangkauan radar Jindalee sejauh 3000 km sementara jarak Indonesia dan Australia, khususnya pulau Jawa, Sumatra, Sulawesi, Maluku, Bali, Papua, dan lainnya berada di bawah 3000 km.
Hanya wilayah Kalimantan Utara yang tidak terjangkau radar JORN. Kemampaun pantau radar Australian secara keamanan jelas merupakan ancaman karena hampir semua pergerakan pesawat dan kapal perang RI terpantau dengan baik.
Apalagi sebagai negara besar, kekuatan udara yang memiliki RAAF juga sulit diimbangi oleh Indonesia.
Upaya pemerintah RI untuk berusaha keras membeli sejumlah jet tempur Su-35 dari Rusia dengan cara barter sebenarnya memiliki tujuan agar kekuatan udara RI bisa mengimbangi kekuatan udara di sekitar kawasan RI atau kalau bisa malah menjadi yang terunggul.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR