Advertorial
Intisari-Online.com – Hari akan tiba ketika tubuhku terbaring di atas selembar kertas putih yang terselip rapi di bawah empat sudut kasur yang terletak di rumah sakit yang sibuk dengan orang yang masih hidup dan yang sekarat.
Pada saat tertentu, dokter akan menentukan bahwa otak saya telah berhenti berfungsi dan bahwa, untuk semua maksud dan tujuan, hidup saya telah berhenti.
(Baca juga:Mengapa Kita Mudah Melupakan Nama Orang Meski Masih Mengingat Wajahnya?)
Bila itu terjadi, jangan berusaha menanamkan kehidupan buatan ke tubuh saya dengan menggunakan mesin.
Dan jangan sebut ini tempat tidurku. Biarkan itu disebut tempat tidur kehidupan. Dan biarkan tubuhku diambil darinya untuk membantu orang lain menjalani kehidupan yang lebih penuh.
Berikan penglihatan saya kepada orang yang belum pernah melihat matahari terbit, wajah bayi, atau cinta di mata wanita.
Berikan hati saya pada orang yang hatinya tidak menimbulkan apa-apa selain rasa sakit yang tak berujung.
Berikan darah saya pada remaja yang ditarik dari rongsokan mobil, supaya ia bisa melihat cucu-cucunya bermain kelak.
Berikan ginjal saya pada orang yang bergantung pada mesin yang ada.
Ambillah tulang-tulang saya, setiap otot, setiap serat, dan saraf di tubuh saya, dan temukan cara untuk membuat anak lumpuh bisa berjalan.
Jelajahi setiap sudut otak saya. Ambillah sel-sel saya, jika perlu, dan biarkan mereka tumbuh sehingga, suatu hari, seorang anak laki-laki yang tidak bisa berkata-kata akan meneriaki kelelawar, dan seorang gadis tuna rungu akan mendengar suara hujan di jendelanya.
Lalu, bakarlah apa yang tertinggal dari saya dan serahkan abu ke angin untuk membantu bunga tumbuh.
Jika Anda harus mengubur sesuatu, biarlah itu kesalahan saya, kelemahan saya, dan semua prasangka terhadap sesama manusia.
Jika, kebetulan, Anda ingin mengingat saya, lakukan dengan perbuatan baik atau kata untuk seseorang yang membutuhkan Anda.
Jika Anda melakukan semua yang saya minta, saya akan hidup selamanya.