Advertorial
Intisari-Online.com - Bergabung dengan partai golkar sejak 1999, Setya Novanto (Setnov) sudah sering berurusan dengan pelbagai skandal kasus korupsi.
Masih ingat kasus Bank Bali pada tahun 1999? Kasus itu terkait hak tagih piutang Bank Bali yang menyebabkan kerugian negara nyaris Rp1 triliun dari total tagihan sebesar Rp3 triliun.
Pimpinan Bank Bali kemudian menyewa PT Era Giat Prima (PT EGP) dimana Setnov duduk sebagai direktur utamanya, untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut.
Namun kasus tersebut malah menjadi tindak pidana korupsi kala fee yang diperoleh PT EGP hampir separuh dari piutang yang ditagih.
Dari sepuluh orang yang ditetapkan memiliki andil termasuk Setnov, hanya tiga orang dijatuhi hukuman penjara yaitu Joko Tjandra (Direktur PT EGP), Syahril Sabirin (Mantan Guberbur BI) dan Pande N Lubis (mantan Wakil Kepala BPPN).
Kasus penyelundupan 60 ribu ton beras Vietnam juga kembali memunculkan nama Setnov pada 2005.
Kasus impor limbah beracun dari Singapura ke Batam juga menyangkut Setnov.
Kasus ini mencuat pada tahun 2006, kala lebih dari 1000 ton limbah beracun itu mendarat di Pulau Galang.
Setnov kembali ‘lolos’.
Skandal suap juga pernah menerpa Setnov, kali ini pada 2012.
Setnov diduga terlibat kasus korupsi proyek pembangunan lapangan tembak PON Riau.
Namun akhirnya Setnov hanya diperiksa sebagai saksi dengan tersangka mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal.
Kasus yang masih segar di ingatan adalah skandal “Papa minta saham” yang mencatut nama presiden dan wakil presiden pada 2015 lalu.
Kasus tersebut kemudian dibawa ke MKD (Mahkamah Kehormatan DPR), sebanyak 17 anggota menyatakan Setnov melanggar kode etik.
Nyatanya kasus ini dianggap selesai karena Setnov tiba-tiba mengundurkan diri dari jabatan ketua DPR RI menjelang vonis.
Setnov kemudian terpilih kembali menjadi Ketua DPR RI menggantikan Ade Komaruddin yang tersandung kasus pelanggaran kode etik.
Tahun 2015 juga, Setnov menghebohkan publik saat menghadiri kampanye Donald Trump, Calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik.
Akibat kejadian itu Setnov dan Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon mendapat teguran dari MKD setelah dilaporkan.
Kasus terbaru, yaitu mega korupsi E-KTP. KPK menetapkan Setnov sebagai tersangka yang telah ikut merugikan negara mencapai sebesar Rp 2,3 triliun.
Seperti diketahui, Setnov dilaporkan sakit parah hingga tidak bisa memenuhi panggilan KPK.
Dan sekali lagi, Setnov berhasil meloloskan diri dengan penetapan gugatan praperadilan yang diajukan Setnov. Keputusan hakim Cepi Iskandar untuk menerima sebagian gugatan yang diajukan Setnov.
Keputusannya, menghentikan penyidikan kasus Setnov. Penetapan Setnov sebagai tersangka oleh KPK dianggap tidak sah.
(Natalia Mandiriani)