Sekuat apa pun karatnya, tetap harus dibersihkan dengan ramuan tradisional, semisal campurah jeruk nipis dan air kelapa.
Awalnya, benda-benda pusaka itu direndam dalam bak besar. Lama perendaman antara 2 hari - 1 minggu.
“Tergantung banyak-sedikitnya karat dan kotoran yang menempel," ujar Maskun.
Selesai direndam, sang pusaka dimandikan dengan air kembang tujuh rupa. Tak ada patokan harus memakai bunga tertentu.
"Yang penting jumlahnya tujuh macam dan, tentu saja, masih segar," tambah Maskun. Tapi, bunga-bunga pembawa wangi klasik, seperti mawar dan melati lazim dipakai.
Pusaka-pusaka kecil, seperti keris, pisau, atau tombak biasanya selesai paling awal. Sementara benda seperti tameng (perisai) perang, gamelan, dan sejenisnya jelas tak bisa diselesaikan dalam satu-dua hari.
Itu sebabnya, total waktu pencucian bisa mencapai 10 hari.
Memasuki tahun baru, ternyata tak hanya manusia yang merasa perlu "bersih diri", benda pusaka pun perlu tampilan baru.
Satu asal tapi tak senasib
Alkisah, tersebutlan sepasang putra-putri gedongan (saat itu) terusir dari rumahnya.
Keduanya anak Prabu Siliwangi, maharaja terkenal Kerajaan Hindu Pajajaran yang murka karena mereka memeluk agama Islam.
Putra mahkota Pangeran Walangsungsang dan Ratu Larasantang lantas mencari tempat tinggal yang representatif, sembari berguru pada ulama bernama Syekh Dhatul Kahfi, konon berasal dari Baghdad.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR