Ini bukan peristiwa yang kebetulan, akan tetapi direncanakan
Drs. Fadillah sebagai tokoh pimpinan security dipandang “mengetahui terlalu banyak”, sehingga harus dilenyapkan. Mungkinkah almarhum juga mengetahui laporan dari Boyolali?
Orang biasa Cuma dapat merasa tegangnya suasana. Akan terjadikah sesuatu yang mengguncangkan?
Dalam suasana semacam itu, banyak orang prihatin. Di Yogya, orang kalangan “dalam” menanggapinya dengan mengadakan pawai mengelilingi beteng (tembok kuno yang mengelilingi istana).
Tidak dengan drumband sebagaimana umumnya pawai orpol-ormas di tengah-tengah suasana panas itu, melainkan justru dengan tutup mulut tidak bicara sepatah katapun.
Tidak di siang hari, melainkan di malam hari. Jam 22.00 pawai bergera.
Istimewanya, justru banyak puteri yang ikut serta. Dan kita yang menyaksikan turut terdiam.
Hingga kini banyak orang yang percaya, bahwa pawai doa mohon selamat dari bencana dengan keliling beteng itulah yang menyebabkan tidak banyak pembunuhan terjadi di kota dan di wilayah Yogya pada zaman Gestapu.
Padahal kalau pemimpin Gestapu Yogya, bekas Mayor Mulyono, cepat bertindak, ia dan kawan-kawannya pasti dapat menghabisi siapa saja yang dipandang sebagai lawannya.
Karena Yogya khususnya dan Jawa Tengah umumnya memang dalam keadaan tidak siaga pada hari-hari sekitar pembentukan “Dewan Revolusi”.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR