Penulis
Intisari-Online.com - Penemuan jasad Mbah Mulyati (59), membuat heboh para tetangganya di Dusun Cabean, Desa Ngraji, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Nenek renta yang belakangan diketahui menderita gangguan jiwa itu ditemukan di dalam rumahnya dengan kondisi mengenaskan.
Sekujur tubuhnya mengering bahkan nyaris tinggal tulang belulang saja.
Berdasarkan informasi, mayat Mbah Mulyati pertama kali ditemukan oleh Margono (57), tetangga korban.
Saat itu, Margono hendak memasang patok batas tanah yang berbatasan dengan rumah korban.
Margono kemudian bermaksud meminjam cangkul kepada Mbah Mulyati untuk keperluan menggali tanah guna pemasangan patok.
Margono berkali-kali menyapa Mbah Mulyati, namun tak ada respons.
Ia pun mencoba masuk. Ia kaget bukan kepalang ketika pintu rumah yang tidak terkunci itu didorong, ia melihat mayat yang tinggal kerangka dengan bau busuk yang menyengat.
Posisi mayat terlentang dan sebagian kain pakaian masih melekat di tubuh.
Margono langsung keluar rumah mengabarkan kepada para tetangga sekitar termasuk menghubungi anak korban bernama Suparjo yang tinggal di desa sebelah.
"Setelah anaknya datang, kejadian itu lalu dilaporkan pada pihak kepolisian. Penemuan jasad Mbah Mulyati Sabtu siang kemarin sekitar pukul 13.00 WIB. Jasad mengering dan tinggal kerangka," kata Kapolsek Purwodadi, AKP Sugiyanto, Minggu (10/9/2017).
Sugiyanto menjelaskan, hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) bersama tim Reskrim dan Inafis Polres Grobogan, tidak ditemukan unsur-unsur penganiayaan pada fisik korban.
Korban diperkirakan sudah meninggal dunia sekitar tiga bulan yang lalu.
Keluarga pun ikhlas dengan hasil pemeriksaan dan tidak menghendaki otopsi.
Mbah Mulyati kemudian dikebumikan di TPU setempat.
"Keterangan yang kami himpun, di masa tuanya korban sering alami gangguan jiwa. Ia sering pergi meninggalkan rumah. Selama ini, korban tinggal seorang diri di rumah. Terakhir kali warga melihat korban sekitar 4 bulan lalu dan diperkirakan meninggal dunia 3 bulan lalu karena faktor usia dan kesehatan," pungkasnya.
Mempertanyakan anak dan tetangga
Di kolom komentar kompas.com yang memuat artikel dengan judul “Tinggal Tulang Belulang, Penemuan Jasad Mbah Mulyati Hebohkan Warga”tersebut, muncul komentar-komentar yang mempertanyakan anak dan tetangga dari Mbah Mulyati.
Sebagian besar merasa tidak percaya bahwa selama 3 bulan dari kematian Mbah Mulyati, anaknya tidak pernah berkunjung.
Begitu pula tetangganya yang tidak merasa janggal selama 3 bulan tak melihat aktivitas sang nenek.
“ya ampuuunnnnsetelah 3bln????tak pernah nengok kah anaknya selama 3bln itu??tetangga tak curiga selama 3bln tdk melihat aktifitas si nenek,” tulis akun Aysha Abheer.
Muncul pula nasehat dari akun Egidio Gaudi yang menulis “yg punya keluarga orang tuanya tinggal sendiri, sering2 lah telepon kalau tidak bisa datang.”
Bagaimana pendapat Anda? (Puthut Dwi Putranto Nugroho)
Sering-seringlah Jenguk Orangtua Kita, Agar MerekaTak Terkena Sindrom Ruang Kosong
Orangtua memang betul-betul sosok yang hebat.
Limpahan kasih sayang mereka selalu kita terima tanpa pernah menuntut balas.
(Baca juga:Untuk Para Orangtua, Lakukan 6 Hal Ini Jika Anak Rewel saat Belajar Puasa!)
Namun sering pula, karena terlena dengan kasih sayang itu, kita sebagai anak lupa memikirkan perasaan mereka.
Perasaan-perasaan yang jarang mereka ungkapkan, namun sebetulnya mereka rasakan.
alah satunya adalah ketika anak-anaknya mulai beranjak dewasa.
Satu per satu akan meninggalkan rumah untuk studi, pekerjaan, dan menikah.
Ternyata, ada perasaan campur aduk yang kemungkinan besar mereka alami.
(Baca juga:Orangtua Bercerai saat Anak Masih dalam Kandungan, Benarkah Anak Tak Berhak Mendapat Warisan?)
Kondisi ini, seperti dilansir di mayoclinic.org, biasanya disebut sindrom sarang kosong (empty nest syndrome).
Sindrom ini bukanlah diagnosis klinis, namun sebuah fenomena yang umum dialami orangtua ketika anak-anaknya mulai meninggalkan rumah.
Perasaan campur aduk, antara sedih dan kehilangan.
Sekalipun orangtua selalu mendukung anak-anaknya untuk hidup mandiri, namun sebetulnya ada sisi lain dalam hatinya yang tidak sepenuhnya rela.
Perasaan untuk melepaskan anak, menjadi masa sulit tersendiri bagi orangtua.
Apalagi ketika anak akan pergi ke tempat yang jauh, untuk merantau misalnya.
Kesedihan itu bukan karena ia tidak ingin anaknya sukses.
Namun ada perasaan kehilangan akan anak-anak yang dirawat dan dibesarkannya.
Ia akan merasa rindu pada waktu-waktu yang biasanya dilewati bersama anak-anaknya.
Kemudian timbul rasa khawatir, apakah anak-anaknya akan aman jika tidak bersama mereka atau apakah anak-anak bisa mengurus dirinya sendiri ketika tidak lagi bersama orangtua.
Masa transisi ini sangat mungkin dialami oleh orangtua.
Karena itu, ingatlah akan orangtua kita hari ini.
Bisa jadi ia sedang sangat merindukan anak-anaknya sekarang.
Sering-seringlah menelepon saat tidak bisa bertatap muka langsung.
Jika tinggal berdekatan dengan orangtua, sering-seringlah kunjungi mereka.
Walau mereka tidak mengungkapkannya, mereka pasti sangat merindukan kita. (Tika)