Find Us On Social Media :

Misteri Bulan Purnama di Bali: Bencana Alam, Mistik, dan Kecurangan

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 10 September 2017 | 11:30 WIB

Intisari-Online.com – Hampir bisa dipastikan setiap kali terjadi musibah, selalu muncul kisah pedih diselingi adanya keanehan tapi sering juga kecurangan, terutama bila sudah menyangkut dana bantuan.

Beberapa musibah gempa, banjir serta tanah longsor belakangan ini, mengingatkan kita pada kisah-kisah seputar meletusnya G. Agung tahun 1963 lalu.

Tak seorang pun mengharapkan datangnya bencana, apa pun bentuknya. Entah itu gempa bumi, banjir, tanah longsor atau meletusnya sebuah gunung.

Hiruk pikuk dan ratap tangis, itulah yang dihadapi warga Kab. Karangasem, dan masyarakat Bali umumnya, ketika G. Agung meletus, Maret 1963.

Setelah bencana lewat, yang tersisa hanya reruntuhan bumi, pasir dan batu serta sederet cerita yang masih bisa dikenang terus.

(Baca juga: Fenomena Bulan Purnama Ternyata Bisa Memicu Gempa)

Tentang gunung suci

Semula gunung tersebut dianggap sudah "mati". Beberapa sumber memang menegaskan hal itu. Misalnya atlas tentang Bali terbitan Belanda 1950 hanya menyebutkan Batur sebagai gunung yang masih aktif.

Sementara laporan dari atase pers Kedubes AS di Jakarta dan Radio Suara Amerika saat kejadian tahun 1963, menyebutkan bahwa G. Agung  meletus terakhir kalinya 120 tahun lalu dan sejak itu tak ada lagi tanda-tanda kehidupannya.

Wallace dalam kunjungannya ke Bali tahun 1880 mengatakan Agung sebagai "gunung api yang besar" tanpa menyebut-nyebut kapan pernah meletus.

Sedangkan Raffles dalam History of Java malah tidak tahu sama sekali namanya, kecuali mengenal "gunung di Karangasem Bali".

Namun ia sempat mencatat bahwa gunung itu pernah meletus hebat tahun 1811. Abunya sampai ke daerah Sumbawa.

Lain halnya yang tertulis pada lontar catatan sejarah Bali, letusan terakhir gunung itu terjadi tahun 196. Sebelumnya pernah juga meletus pada tahun 191 dan 148.