Penulis
Intisari-Online.com - Pesiar malam di Turki kurang cespleng tanpa nonton tari perut. Begitu anggapan fotografer lepas dari Singapura, Steve Teo.
Gendang makin bertalu-talu ketika tubuhnya yang lemah gemulai meliuk-liuk mengikuti irama padang pasir itu; otot-otot perutnya ‘melata-lata’ seperti puluhan ular; kedua pahanya yang kekar bergetar-getar; gelang di pergelangan kaki, di bawah betis yang seputih pualam, bergemerincing nyaring; jari-jemari lentik bertepuk-tepuk ritmis di atas kepalanya.
Kemudian dia mengayunkan lengannya dengan suatu gerakan gemulai, bahunya berguncang-guncang mengikuti entakan irama.
Lambat laun petikan sitar seperti menebarkan kehangatan di dadanya.
Musik yang mendayu-dayu bagaikan membius para penonton yang terpukau oleh kepiawaian sang penari.
Gesekan dawai biola membelai tatapan sayu dari balik mata bermaskara tebal.
Bibirnya yang basah merekah sangat sensual; wajahnya merona merah penuh gairah.
Kemudian musik mengubah suasana hatinya. Dia melemparkan kerlingan-kerlingan nakal.
Goyang tubuhnya semakin lincah. Dia berputar-putar, dan gaunnya ikut mengalun.
Tangannya menyibakkan rambut, menyingkapkan tengkuk yang jenjang dan punggung telanjang.
Kedua kaki yang ramping direntang, tubuh diregang ke belakang.
Cahaya lampu menyoroti butrr-butir keringat yang menetes dari dada.
Sebagian dari penonton merentang leher untuk bisa menyimak lebih cermat.
Mata melotot tak berkedip.
Irama musik kuartet melonjak makin panas, membuat gerakan-gerakannya makin menggelitik.
Berulang kali si penari membuka dan menutup selendang tembus pandang yang membalut tubuhnya.
Goyangnya semakin merangsang, menyulut dan menjiwai musik pengiring.
Si penari semakin berapi-api.
Dia merentangkan tangan, mengundang penonton untuk turut menikmati detik-detik menggairahkan itu bersamanya.
Anggur dan harem
Selama berabad-abad, rombongan penari perut selalu menghibur para pejuang dan sultan dari dunia Arab.
Suku-suku yang menganut gaya hidup nomadik itu berkumpul mengitari sebuah api unggun untuk menyaksikan lenggang-lenggok penari perut, sambil berpesta pora dengan para harem dan tetamu.
Kita mengenal adegan Tari Tujuh Selendang yang legendaris pada pesta ulang tahun Raja Herodes, di mana raja lalim itu kemudian mendapat persembahan kepala Yohanes Pemandi di atas piring.
Atau kecerdikan Scheherazade dalam kisah 1001 Malam, yang mengilhami musik gubahan Rimsky-Korsarkov.
Pesiar malam kami yang romantis di Restoran Kervan-saray yang tersohor di daerah Taksim-nya Istanbul diisi dengan tiga macam 'perayu' yang membuat kami benar-benar tak berdaya: kebab dan anggur Turki, dan hidangan aneka buah segar — di antaranya buah pir paling empuk dan manis yang pernah saya rasakan.
Namun, 'acara-perut' di malam hari belum bisa dikatakan lengkap kalau kita hanya teler karena makanan dan anggur, tanpa kehadiran seorang harem.
Kita memang sudah tidak hidup di zaman raja-raja Ottoman lagi.
Namun, Istanbul memiliki banyak daya tarik bagi petualang-petualang yang kehausan.
Ketakjuban akan pesona Turki sudah berawal dari warisan kekayaan budaya Islamnya.
Keenam minaret 'Masjid Biru' yang menjulang di atas bukit yang menaungi S. Bosporus, menyajikan pemandangan luar biasa yang menjadi ciri khas Istanbul.
Kubah raksasa dan ruangan dalam masjid berhiaskan keramik bermotif 'Ming' Islam.
Lantainya tertutup permadani sutera aneka warna, sementara perabotannya sarat dengan seni ukir rumit, dan jendela-jendelanya berkilau-kilau dengan kaca timah.
Arsitektur masjid yang dibangun Sultan Ahmet pada abad ke-17 itu mencerminkan konsep dan pengaruh kejayaan Islam yang sangat istimewa.
Di seberang taman masjid yang terawat indah, lengkap dengan air mancur, terletak sebuah bangunan monumental lain, mirip istana, dan merupakan harta kekayaan Islam pula.
Itulah Museum Topkapi yang tersohor, yang dulunya adalah tempat kediaman para sultan, dan dibangun Mehmet 'Sang Penakluk' sekitar akhir abad ke-15.
Kekayaan koleksinya mencakup tidak kurang dari 80.000 pucuk ragam hias, dan interiornya benar-benar mengagumkan.
Sesegar mandi Turki
Sifat kosmopolitannya menjadikan Istanbul sebuah kota unik yang penuh misteri.
Banyak segi dan pelosok yang bisa dijelajahi wisatawan musiman.
Pasar-pasarnya penuh barang dagangan, melebihi perkiraan kita; mulai dari perhiasan sampai minyak wangi.
Makanannya bukan tergolong masakan Rusia, bukan juga Mongolia; bukan Cina, bukan pula Italia.
Tetapi watak Turki yang paling khas dan mengagumkan ialah kelenturan dan kemampuannya menyesuaikan diri terhadap sikon.
Dia memiliki ketekunan dan kesabaran seorang pengrajin besar, kearifan seorang 'fakir' yang saleh, ketegaran seorang patriot, maupun kelembutan lklim Laut Tengah.
Untuk menyelami Turki kita perlu meresapi kenikmatan seribu satu malam.
Ciri keanggunan dan keseronokannya yang marak tak ubahnya acara mandi Turki yang menyegarkan.
(Artikel ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Januari 1990)