Penulis
Intisari-Online.com -Konflik Israel dengan rakyat Palestina saat ini mulai memanas lagi.
Dan seperti biasanya konflik itu segera memicu kelompok-kelompok perlawanan seperti Hamas turun ke gelanggang.
Serangan dari wilayah Palestina memang sulit dihindari oleh Israel meskipun militer Israel telah melakukan penjagaan yang sanga ketat.
Untuk mencegah masuknya para penyerang yang datang dari Palestina, oleh Israel itu selalu dianggap sebagai serangan teroris.
Tak hanya itu, militer Israel juga telah membangun tembok pembatas mirip tembok Berlin di era Perang Dingin.
(Baca juga:Setelah Dua Minggu Konflik, Warga Palestina Kembali Diizinkan Beribadah di Al-Aqsa)
Dengan adanya tembok pembatas itu warga Palestina yang masuk ke wilayah Israel dengan berbagai keperluan seperti bekerja, mengunjungi saudara, dan lainnya harus melalui pintu-pintu khusus yang dijaga oleh pasukan Israel bersenjata lengkap.
Tapi di sisi lain tembok pembatas juga mencerminkan bahwa warga Israel telah hidup dalam semacam penjara raksasa akibat ketakutan yang berlebihan setelah menguasai sejumlah wilayah Palestina.
Meskipun untuk memasuki wilayah Israel terbentur tembok tinggi yang dijaga sangat ketat, para pejuang Palestina yang ingin melancarkan serangan terhadap Israel tidak kurang akal.
Salah satu kelompok pejuang yang secara rutin menyerang wilayah Israel adalah pejuang Hamas yang berbasis di Jalur Gaza.
(Baca juga:Konflik Israel-Hamas: Sekadar Gencatan Senjata Saja Sulit)
Para pejuang Hamas itu menggunakan taktik tempur yang cukup cerdik yakni menerapkan strategi asimetrik dengan cara menembakkan sejumlah roket yang rata-rata buatan sendiri.
Menghadapi roket-roket Hamas yang diluncurkan dari wilayah yang nota bene masih merupakan satu wilayan dengan Israel itu, militer Israel benar-benar merasa kelimpungan.
Daya gempur dari roket-roket berhulu ledak rendah itu memang tidak begitu menghancurkan tapi efek terornya begitu luar biasa.
Apalagi pejuang Hamas selalu mengancam bahwa mereka bisa memproduksi roket berhulu ledak besar dan siap menghancurkan sasaran Israel dalam jarak jauh.
Sesumbar para pejuang Hamas itu jelas tidak bisa dianggap main-main oleh militer Israel.
Untuk mendaptkan senjata mematikan Hamas bisa mendapat bantuan dari negara yang selama ini merupakan musuh bebuyutan Israel seperti Suriah, Mesir, dan Iran.
Serangan roket Hamas yang secara psikologi mengguncang warga Israel dimulai pada tahun 2008 menggunakan roket-roket berbentuk kecil dan berdiameter 90-70 mm.
Jarak jangkauan roket yang dinamai Qassam itu sekitar 10 km dan jika menghantam sasaran hanya bisa menimbulkan kerusakan ringan.
(Baca juga:Kecil-kecil Cabai Rawit, Tangan Kosong Ahed Tamimi Meninju Tentara Israel yang Bersenjata Lengkap)
Tapi jika roket Qassam yang meluncur secara asal-asalan itu bisa tepat menghantam pom bensin atau depot bahan bakar lainnya, efek kerusakan yang ditimbulkan pasti luar biasa.
Tujuan gempuran roket Hamas dari jalur Gaza ke wilayah Israel mungkin saja merupakan cara paling tepat untuk menyerang Israel.
Hal inimengingat serangan-serangan yang mengedepankan pasukan tempur secara gerilya dan serbuan frontal selalu bisa dimentahkan oleh militer Israel.
Gempuran berupa luncuran "roket bodoh" yang tidak bisa diprediksi ke tempat mana jatuhnya justru membuat militer Israel yang memiliki alutsista canggih kebingungan.
Jika satu roket Qassam dilumpuhkan menggunakan satu rudal penangkis rudal Patriot hasilnya juga tidak sepadan mengingat mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh militer Israel.
Militer Israel akhirnya menggelar sistem pertahanan udara antiroket Hamas, Iron Dome Missile Defense Syatem, tapi sistem itu tetap saja kurang efektif.
Dari seribuan roket yang diluncurkan Hamas, hanya 201 roket yang bisa dihancurkan di udara.
(Baca juga:Konflik Palestina-Israel Sering Dianggap Konflik Agama, Benarkah Semua Penduduk Palestina Beragama Islam?)
Militer Israel memang tidak mau menganggap enteng ancaman roket-roket Hamas.
Apalagi berdasar hasil penyelidikan intelijen Mossad, pejuang Hamas terus meningkatkan kemampuan roketnya dengan cara mengembangkan atau mendapatkan roket dan rudal secara rahasia dari perbatasan Mesir.
Maklum,Gaza berbatasan lansung dengan Mesir dan telah banyak terowongan rahasia yang dibangun baik untuk menyelundupkan logistik pangan, manusia, maupun persenjataan.
Hasil dari peningkatan kemampuan roket Hamas juga sudah tampak karena hampir semua roket Hamas selalu jatuh di ibu kota Israel, Tel Aviv dan kota penting Jerusalem.
Sebelum roket menghantam sasaran hanya ada waktu satu menit bagi warga Israel untuk mencari tempat perlindungan sehingga kemungkinan untuk jadi korban ledakan roket sangat besar.
Tak ada pilihan lain bagi militer Israel kecuali melancarkan serangan militer berskala besar untuk melumpuhkan pangkalan roket-roket Hamasdi Jalur Gaza.
Sejumlah operasi militer berskala besar antara lain Operation Protective Edgepernah dilancarkan tapi tidak mampu mencegah serangan roket yang makin mematikan itu (2015) .
Tapi operasi militer Israel justru makin meningkatkan serangan roket Hamas yang tidak hanya diluncurkan dari Jalur Gaza tapi juga dari Dataran Tinggi Golan, Suriah.
Sejak diluncurkan dari tahun 2001, lebih dari 15 ribu roket dan mortirtelah menghantam sejumlah wilayah Israel dengan korban tewas lebih dari 20 orang.
Tapi karena pangkalan roket Hamas yang hanya merupakan semacam bengkel rumahan itu bisa cepat dipindahkan, serangan militer Israel yang menitikberatkan serangan udara lebih banyak menghantam sasaran warga sipil dibandingkan pangkalan roket Hamas.
Akibatnya, serangan balasan Israel hanya menimbulkan tragedi kemanusiaan dan memaksa PBB harus turun tangan.
Seperti biasa ikut campur tangannya PBB akan menghentikan gempuran Israel untuk sementara tapi konflikbersenjata sewaktu-waktu akan meletus lagi sebelum Israel mengembalikan semua wilayah jajahan di bumi Palestina.