Penulis
Intisari-Online.com – Beberapa hari terakhir, muncul banyak perbincangan mengenai lirik lagu “Despacito”, yang ternyata vulgar dan menjurus hubungan seksual.
Salah satu pertanyaan yang kemudian sering muncul adalah ‘lalu saya harus menjawab apa kalau anak bertanya tentang arti lagu “Despacito”?’
Menjawab “tidak tahu” tentu saja menjadi cara termudah.
Namun, itu bukan cara terbaik. Apalagi itu sama saja dengan kita membohongi anak.
Lalu, kembali ke pertanyaannya “kita harus menjawab apa?”
(Baca juga: Inilah Alasan Kita Tak Boleh ‘Nyanyiin’ Lagu Despacito Sembarangan, Apalagi Bareng Anak-anak)
Sebenarnya, pertanyaan di atas mirip dengan pertanyaan-pertanyaan "dari mana datangnya adik?"
Sebuah pertanyaan yang akan membuat kita harus berpikir lebih dalam.
Pertanyaan soal asal usul adik pasti acap kali dialami para ibu yang sedang hamil atau saat bayi keduanya dilahirkan.
Mendapat pertanyaan seperti itu kita tak perlu panik tapi tidak pula harus berbohong misalnya dengan mengatakan:"Oh, burung bangau yang mengirimkan adik dan dititipkan dulu di perut ibu"
"Pertanyaan anak seperti itu bukan sekadar pencerminan dari rasa ingin tahunya, tapi mungkin merupakan ekspresi dari rasa cemasnya.
(Baca juga: Secara Menyeramkan, Tiga Pertanyaan akan Mengungkap Siapa Diri Kita Sebenarnya)
"Dengan penuh kesabaran kita bisa menanyakan kembali kepada anak maksudnya, karena hal ini bermanfaat untuk merefleksikannya,"kata Dra.Puji Prianto, psikolog dari Fakultas Psikologi Ul.
Menurut dr. Paat seorang konsultan keluarga dalam karangannya mengenai pendidikan seks, pada usia 2,5 tahun anak sebenarnya sudah bisa diberikan penjelasan mengenai pendidikan seks.
"Mulailah dengan memperkenalkan perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan, bahwa laki-laki mempunyai 'burung',sedangkan anak perempuan mempunyai 'celah'" katanya.
Cara pipisnya pun dijelaskan, karena laki-laki punya "kran" harus berdiri, sedangkan perempuan berjongkok.
Perbedaan jenis kelamin ini bisa juga diungkapkan melalui gambar skematis.
Seorang anak usia 3 - 4 tahun yang menanyakan asal usul adiknya, belum perlu diuraikan soal teknisnya, melainkan bisa dijelaskan kira-kira sbb:"Ayah sayang sama Ibu, makanya dikasih hadiah adik. Tapi adik juga buat kamu untuk disayang."
Di sini sekaligus untuk menyadarkan bahwa ia juga ikut memiliki sang adik.
Bila anak mencapai usia 4 - 5 tahun, sudah bisa dijelaskan melalui bagan atau gambar.
Mungkin untuk membantu, kita bisa mencari buku mengenai pendidikan seks lengkap dengan bagan sederhana yang mudah ditangkap anak.
Saat anak menginjak usia 6 tahun, menurut dr. Paat, dapat dijelaskan peranan "bibit" sang ayah "bersahabat" dengan "bibit" sang ibu, yang kemudian menciptakan "sang adik"
Keterangan juga bisa lewat bagan atau gambar.
Lebih meningkat lagi, pada usia di atas 6,5 – 8 tahun, soal kehamilan dan kelahiran dapat diuraikan dengan menunjukkan bagan alat kelamin sang ayah dan bagan di mana sang adik "disimpan" dalam perut sang ibu.
Bukan lelucon
Di usia 8 - 10 tahun pada umumnya anak sudah dapat membedakan antara dirinya dengan orang lain.
Juga kejadian di dalam dan di luar tubuhnya serta adanya hubungan "sebab-akibat" sehingga akan semakin mudah menerima informasi baru, termasuk informasi soal seks, dari teman.TV, majalah, dll.
Namun hendaknya selalu diingat membicarakan seks jangan dianggap main-main.
Anak seusia ini sebenarnya sudah bisa diberikan pendidikan seks secara lebih gamblang.
Misalnya, bila sperma bertemu dengan indung telur akan terjadi pembuahan yang kemudian membentuk janin yang disimpan dalam rahim sang ibu selama 9 bulan.
Penjelasan bisa dengan 1 gambar dan keterangan yang cukup ilmiah.
Dr. Boyke Dian Nugraha, DSOG, MARS, spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dalam sebuah makalahnya mengatakan: "Lelucon jorok di kalangan anak SD sebenarnya bisa merupakan sumber utama pertama tentang pengetahuan seks.
Namun, mendengar kata-kata jorok, hendaknya orang tua jangan panik.
Cobalah jelaskan dengan sabardan penuh pengertian supaya si anak tahu seks bukan untuk ditertawakan, tapi sesuatu yang ilmiah"
Anak seusia ini pada umumnya menginginkan jawaban yang langsung, tapi singkat dan jelas.
"Seks juga bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan atau ditakuti," tambah Puji.
"Pandanglah pendidikan seks sebagai kesempatan untuk membangun pendapat atau pandangan yang sehat mengenai seks serta memperkuat rasa saling percaya antara orang tua dan anak."
Pendidikan seks sepatutnya diberikan oleh orang tua sejak dini karena lingkungan hidup anak yang terdekat dan terlekat adalah orang tuanya.
Untuk itu diperlukan hubungan mesra dan penuh cinta kasih antara anak dan orang tua. Bahkan saat bayi dilahirkan dan menyusu pada ibunya, sebenarnya ia sudah mulai mengenai seks.
Menurut Sigmund Freud, psikolog kelahiran Cekoslowakia yang terkenal teori-teori psikologinya itu, perkembangan psikoseksual anak pada usia 0 - 1 tahun, sudah menunjukkan masa oral.
Di situ bayi memperoleh dan merasakan kepuasan dan kenikmatannya yang bersumber pada daerah mulutnya.
Kepuasan dan kenikmatan timbul karena adanya makanan (ASI) tersebut.
Sedangkan kegiatan pada daerah mulut menimbulkan kepuasan karena menghilangkan perasaan tidak enak yang timbul (lapar).
Kegelisahan pun menjadi berkurang manakala ASI diberikan.
Pakar lain, Rayner menambahkan, ketika bayi menyusu, ia tidak sekadar memperoleh makanan tetapi juga kepuasan serta cinta kasih ibunya secara fisik.
Mandi bareng
Pada kesempatan mandi bersama anak, diakui Puji, memang si anak bisa secara langsung melihat perbedaan organ tubuh lawan jenisnya.
Saat mandi orang tua berperan sebagai juru penerang yang menjelaskan soal perbedaan organ tubuh pria dan wanita.
Kepada seorang anak laki-laki yang menanyakan perbedaan organ seks antara dirinya dengan ibunya, agar dijelaskan dengan bahasa sederhana dan singkat.
"Namun tidak berarti pendidikan seks harus dilakukan dengan mandi bersama," kata Puji. "Anak bisa dijelaskan setiap saat menanyakan soal seks, tidak perlu menunggu sampai saat mandi bersama. Sebab bertanya merupakan masa paling tepat untuk belajar."
Dr. Paat menambahkan, alangkah lebih baik kalau anak diajak mandi bareng orang tua, ketika secara garis besar ia sudah tahu perbedaan antara pria dan wanita untuk menghindari trauma psikis (melihat perbedaan ukuran alat kelamin, payudara, dll).
Dalam menjelaskan soal organ seks,diakui Puji memang dalam budaya kita belum terbiasa menggunakan istilah ilmiah.
Padahal apa salahnya kalau anak sudah mulai mengerti digunakan istilah ilmiah seperti "penis""vagina" serta "testis"agar anak terbiasa dan merasa nyaman dengan istilah yang tidak terkesan jorok atau kasar itu.
Kadang kala pertanyaan yang berkaitan dengan seks membuat kita risih atau tersipu-sipu, bahkan terkejut.
Jawaban yang tidak memuaskan malah mendorong anak untuk mencari informasi dari sumber lain.
Jalan keluarnya, saran Puji, cobalah cari bantuan. Saat ini banyak media cetak yang dapat membantu untuk menjelaskan rasa ingin tahu anak.
Melalui buku kita bisa membahas dan membicarakannya bersama anak.
"Memainkan" alat kelamin
Kadang kala ada anak kecil yang tampak nikmat memainkan alat kelaminnya sementara ia berbaring di atas tempat tidurnya.
Di sini orang tua diharapkan tidak panik, dan tidak langsung melarang dengan penuh emosi atau menakut-nakuti.
"Alihkan perhatiannya misalnya dengan mengatakan: 'Yo, kita main bola' atau 'Yo, kita main monopoli bersama ayah,"usul Puji.
Carikan kegiatan yang tidak membuat anak asyik dengan dirinya sendiri.Tapi Puji berpesan agar terus memonitor mengapa si anak sering melakukan kebiasaan buruk itu, apakah ia sedang kurang nyaman, stres, sakit, dll.
"Jangan membiarkan anak tidur-tiduran sendirian, telanjang terlalu lama, dan pakaian yang terlalu ketat dihindari," tambah dr. Paat.
Bermain dokter-dokteran yang banyak digemari anak usia SD, sebenarnya merupakan permainan yang menarik karena secara tidak langsung anak akan belajar mengenal organ tubuh serta perbedaan organ tubuh pria dan wanita.
Tapi perlu kita perhatikan jangan sampai mereka telanjang, tapi tetap mengenakan bajunya," Paat mengingatkan.
Seks memang merupakan bagian dari kehidupan manusia, jadi alangkah baiknya kalau sejak dini anak sudah diperkenalkan.
Jangan biarkan anak mendengar dari pihak luar yang mungkin bisa menjerumuskan.
Pendidikan seks merupakan family life education yang berlangsung sepanjang kehidupan kita.
Pendidikan seks di sekolah sebagai pelengkap memang tidak kalah pentingnya, dengan pertimbangan tidak semua orang tua sudah memberikannya di rumah.
Namun, keberhasilan sebenarnya lebih bergantung pada sejauh mana orang tua menyikapinya secara terbuka dan mampu menjalin komunikasi efektif dengan anak.
Pada era modern ini sudah saatnya orang tua lebih terbuka, tidak lagi risih atau sungkan membicarakan seks kepada sang buah hati. (Nanny Selamihardja)
(Seperti pernah dimuat pada Buku Kumpulan Artikel Psikologi Anak 3 – Intisari)