Find Us On Social Media :

‘Silakan Panggil Saya si Bodoh dan Tertawakan Saya’

By Ade Sulaeman, Kamis, 13 Juli 2017 | 06:00 WIB

Emas atau perak yang lebih berharga

Intisari-Online.com – Alkisah, seorang matematikawan hebat tinggal di sebuah desa. Ia sering dipanggil oleh raja untuk memberi saran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi. Reputasinya telah menyebar jauh.

Makanya, sangat menyakitkan sekali ketika kepala desa berkata kepadanya, “Anda mungkin seorang matematikawan hebat yang memberi nasihat kepada raja mengenai masalah ekonomi, tapi anak Anda tidak tahu nilai emas atau perak.”

Ahli matematika itu memanggil anaknya dan bertanya, “Mana yang lebih berharga, emas atau perak?”

“Emas,” kata anak itu.

“Itu betul. Lalu, mengapa kepala desa mengolok-olokmu, mengatakan bahwa kamu tidak tahu nilai emas atau perak? Ia mengolok-olokku setiap hari, hingga sesepuh desa mengatakan agar mengabaikan saja. Tapi, ini menyakitkan saya. Saya merasa semua orang di desa ini menertawakan di belakang saya karena kamu tidak tahu apa yang lebih berharga, emas atau perak. Jelaskan pada saya tentang hal ini, Nak,” pinta matematikawan itu.

Maka anak ahli matematika itu pun menceritakan kepada ayahnya alasan mengapa kepala desa memberi kesan seperti itu.

“Setiap hari dalam perjalanan ke sekolah, kepala desa memanggil saya ke rumahnya. Di depan semua tetua desa, ia memegang koin perak di satu tangan dan sebuah koin emas di tangan yang lain. Ia meminta saya untuk mengambil koin  yang lebih berharga. Saya mengambil koin perak itu. Ia tertawa, para tetua desa juga, semua orang mengolok-olok saya. Lalu, saya pergi ke sekolah. Hal ini terjadi setiap hari. Itulah sebabnya mereka mengatakan bahwa saya tidak tahu mana yang lebih bernilai, emas atau perak.”

Sang ayah bingung. Anaknya tahu nilai emas dan perak, namun saat diminta memilih antara koin emas dan koin perak, ia selalu mengambil koin perak.

“Mengapa kamu tidak mengambil koin emas itu?” tanya sang ayah.

Sebagai jawabannya, sang anak membawa ayahnya ke kamarnya dan menunjukkan kepadanya sebuah kotak. Di dalam kotak itu setidaknya ada seratus koin perak.

Memandang ayahnya, anak matematikawan itu berkata, “Kalau saya mengambil koin emas, maka permainan akan berhenti. Mereka akan berhenti bersenang-senang dan saya akan berhenti mendapatkan uang.”

Terkadang dalam hidup ini, kita harus bermain bodoh agar orang lain menyukainya. Itu bukan berarti kita kalah dalam permainan.

Ini hanya membiarkan orang lain menang di satu arena permainan, sementara kita pun menang di arena permainan lainnya.

Kita harus bisa memilih arena mana yang penting bagi kita dan arena mana yang tidak.