Penulis
Intisari-Online.com – Ibu saya hanya punya satu mata. Ketika saya tumbuh dewasa, saya membencinya karena hal itu. Saya membenci perhatian yang tak diinginkan saat di sekolah.
Saya benci bagaimana anak-anak lain menatapnya dan membuang muka dengan jijik.
(Baca juga:Menjaga Hati Terhadap Orang yang Sudah Menolong dengan Tulus dan Ikhlas)
Ibu saya bekerja di dua tempat untuk mencukupi kebutuhan keluarga, tapi saya hanya malu padanya dan tidak ingin telrihat bersamanya.
Setiap kali ibu saya datang mengunjungiku di sekolah, saya ingin menghilang darinya. Saya merasakan gelombang kebencian terhadap wanita yang membuat saya tertawa terbahak-bahak.
Pada suatu saat saya marah besar, saya bahkan pernah mengatakan kepada ibu, bahwa saya ingin ia mati. Saya sama sekali tidak peduli dengan perasaannya.
Seiring bertambahnya usia, saya melakukan apa pun untuk menjauhkan diri dari ibu. Saya belajar keras dan mendapat pekerjaan di luar negeri, jadi saya tidak perlu untuk bertemu dengan ibu.
Saya menikah dan mulai membesarkan keluarga saya sendiri. Saya juga sibuk dengan pekerjaan dan keluarga saya, dan memberikan kehidupan yang nyaman untuk anak-anak. Saya bahkan tidak memikirkan ibu lagi.
Tiba-tiba, ibu datang berkunjung pada suatu hari. Wajahnya yang bermata satu membuat anak-anak saya ketakutan dan mereka mulai menangis.
Saya marah pada ibu karena datang tanpa pemberitahuan dan melarangnya untuk kembali ke rumah dan keluarga saya.
Saya berteriak dan menjerit, tapi ibu diam-diam meminta maaf dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Undangan untuk reuni sekolah menengah akhirnya membawa saya kembali ke kampung halaman setelah beberapa dekade.
Saya tidak bisa menahan diri melewati rumah masa kecil saya dan mampir ke gubuk tua itu.
Tetangga saya memberitahu bahwa ibu telah meninggal dan meninggalkan surat untuk saya.
“Anakku sayang,
Saya harus mulai dengan meminta maaf karena telah mengunjungi rumahmu tanpa pemberitahuan sebelumnya dan menakut-nakuti anak-anakmu yang cantik.
Saya juga sangat menyesal karena saya sangat memalukan dan menjadi sumber penghinaan bagimu saat kau tumbuh dewasa.
Saya tahu, bahwa suatu saat kau mungkin akan kembali ke kota ini untuk reuni. Tetapi saya mungkin sudah tidak ada lagi saat kau datang.
Dan saya pikir sekarang saatnya yang tepat untuk menceritakan sebuah kejadian yang terjadi saat kau masih kecil.
Begini, sayangku, engkau mengalami sebuah kecelakaan dan kehilangan satu mata. Saya sangat memikirkan anak kesayanganku ini yang tumbuh hanya dengan satu mata.
(Baca juga:Kutukan Ibu Itu Menjeratku)
Saya ingin engkau melihat dunia yang indah dengan segala kemuliaannya, jadi saya memberikan penglihatan saya.
Anakku sayang, saya selalu punya dan selalu akan mencintaimu dari lubuk hatiku.
Saya tidak pernah menyesali keputusan saya untuk memberikan penglihatan saya, dan saya merasa damai sehingga saya dapat memberimu kemampuan untuk menikmati kehidupan yang lengkap.
Ibumu yang penuh kasih sayang.