Penulis
Intisari-Online.com – Pada 1692, 13 orang telah digantung karena ilmu sihir di Salem, Massachusetts.
Hal itu memprihatinkan Kolonel Bucks dari Bucksport, Maine, bahwa di desanya sendiri telah terjadi kekerasan sewaktu menghakimi para tukang sihir.
(Baca juga:Fans Berat Harry Potter Ini Yakin Telah Berhasil Temukan Lokasi Sekolah Sihir Ilvermorny)
Berulangkali dia mengajukan pertanyaan di rapat pertemuan setempat. Tidak lama kemudian perjuangannya yang seorang diri menimbulkan korban.
Ada kecaman publik tentang seorang perempuan tua bungkuk yang mirip dengan nenek sihir.
Para sejarawan tidak sepakat mengenai nama dan usianya, namun salah satu memanggilnya Comfort Ainsworth dan memastikan bahwa dia telah berusia lebih dari 90 tahun.
Karena tubuhnya yang sudah sangat renta, nenek tua itu harus diadili tanpa disiksa atau ditusuk dengan jarum untuk menemukan "tanda-tanda ilmu sihir".
Namun penduduk yang memadati ruang pengadilan itu menyadari bahwa Kolonel Buck, yang duduk cukup dekat dengan para hakim sidang, telah berprasangka salah terhadap nenek itu.
Ketika para saksi bersaksi memberatkan tersangka, tak ayal lagi mereka memandang ke arah Bucks.
Salah seorang wanita mengatakan, dia mendengar nenek tua itu mengucapkan mantra-mantra.
Namun setibanya di rumah dan telinganya mulai berdarah, dia menyadari bahwa dirinya telah terkena guna-guna.
Seorang pria berani bersumpah melihat sosok berpakaian hitam setinggi delapan meter - yang jelas iblis atau titisannya – berdiri di tengah pintu rumah Comfort.
Hakim dengan segera memvonisnya bersalah. Mengacu pada peraturan "tidak akan tunduk atau membiarkan sihir berkuasa", hakim memutuskan Comfort Ainsworth bersalah dan menjatuhkan hukuman gantung keesokan harinya.
Tidak seorang pun siap menghadapi peristiwa selanjutnya. Karena dia tidak diperkenankan membela dirinya sendiri, orang berasumsi bahwa nenek tua ompong itu akan tetap tinggal diam.
Sebelum petugas pengadilan bisa menghentikannya, tiba-tiba dia berdiri tegak dan menunjuk kolonel dengan jarinya yang kurus.
"Selama hidupku," teriaknya, "aku tidak pernah mengutuk siapa pun! Tapi aku bisa mengutukmu, karena engkau dan kaki tanganmu telah menyeretku ke tiang gantungan!"
(Baca juga:Sabu-sabu di Brangkas Gatot Brajamusti: Inilah yang Harus Kita Ketahui tentang Sabu-sabu)
"Camkanlah hal ini benar-benar - ketika kau menuju liang kubur sebentar lagi, kubersumpah akan meninggalkan jejak kakiku di atas batu nisanmu, sehingga seluruh dunia akan terus mengingat peristiwa hari ini!"
Seorang petugas membekap mulut nenek itu dan membawanya keluar ruang pengadilan.
Namun kata-katanya meresahkan desa itu. Beberapa orang yang melihat ketika nenek tua itu digantung keesokan harinya, tidak melihat Kolonel Bucks muncul di sana.
Tiga bulan kemudian. kolonel meninggal akibat "penyakit tertentu", dan pewarisnya menemukan surat wasiat yang baru ditulisnya.
la menginginkan batu nisan di atas kuburannya harus berbentuk putih polos yang "tidak mungkin diberi warna atau ditandai".
Namun beberapa hari kemudian, keluarganya dengan diam-diam didatangi seorang petugas kuburan yang ketakutan.
Dia menemukan adanya jejak kaki wanita di atas batu pualam itu yang tidak berhasil dihapuskan dengan cara apa pun.
Seorang tukang batu lainnya disumpah agar tetap menjaga rahasia bahwa dia bekerja tengah malam membuat batu nisan baru yang persis sama dengan yang pertama.
Batu yang lama diam-diam dikubur dan batu nisan yang baru dipasang.
Sepuluh hari kemudian, para pewaris melihat sekelompok orang yang ketakutan masuk dan keluar pekuburan.
Setelah bergabung dengan mereka, ternyata tipudaya mereka menjadi sia-sia.
Bentuk kaki nenek tua itu dengan jelas tampak pada batu nisan baru itu.
Fenomena itu dianggap sebagai tindakan "vandalisme di pekuburan" - sebuah keterangan yang tidak berhasil meyakinkan siapa pun - para pewaris diam-diam masih mengganti batu nisan itu dengan batu yang lebih kokoh.
(Baca juga:Pohon Sakti Dewadaru: Banyak Peminat, Namun Jarang Ada yang Berani Membawanya Keluar Karimunjawa)
Yang mengejutkan, jejak kaki nenek Comfort pun segera tampak di batu pengganti tersebut.
Kali ini para pewaris yang putus asa tidak berupaya lagi untuk mengganti batu nisan itu.
Selama hampir tiga abad kemudian batu nisan itu masih berdiri di atas makam Kolonel Bucks. Jejak kaki itu masih terlihat ibarat permukaan luka yang tidak pernah sembuh.
(Seperti pernah dimuat di Buku Ratapan Arwah; Kisah Nyata Kutukan & Tulah – Intisari)