Penulis
Intisari-Online.com -Dalam pertempuran antara pasukan Kanada melawan militan ISIS di Irak seorang sniper Kanada yang tergabung dalam pasukan elite Joint Task Force 2 yang tak disebutkan namanya, berhasil menembak mati seorang anggota ISIS dari jarak 3.450 meter.
Tembakan tentara Kanada ini melampaui rekor dunia sebelumnya yang dibuat Craig Harrison, sniper Inggris, dengan selisih hampir 1.000 meter.
Para sniper asal Kanada memang dikenal sebagai penembak jitu yang ulung sejak Perang Dunia I.
Tapi yang unik sniper Kanada yang paling legendaris dan merupakan inspirator bagi para sniper muda di dunia justru seorang peranakan Indian, Francis Pegahmagabow.
Sebagai peranakan Indian kulit putih dan menjadi warga kelas dua di negaranya, Francis Pegahmagabow, yang berasal dari Parry Island Band, Ontario, Kanada, ketika bergabung dengan Canadian Expeditionary Force, ternyata berhasil menjadi sniper yang legendaris.
Francis yang kemudian ditempatkan di satuan 23rd Canadian Regiment dan bermarkas di CFB Valcartier mulai menjalani misi tempur ketika PD I meletus.
Pada Februari 1915, Francis yang saat itu sudah bergabung dengan 1st Canadian Infantry Battalion 1st Canadian dikirim ke front Eropa untuk menghadapi pasukan Jerman dan sekutunya.
Di medan tempur Eropa khususnya di front Prancis dan Belgia, Francis dan pasukannya terlibat dalam Perang Parit (Trench War) yang sengit dan berlarut-larut.
Di front Ypres dan Somme, Francis menunjukkan kemampuannya sebagai sniper, penyusup, dan sekaligus kurir.
Tugas sebagai penghubung pasukan bahkan membuat pangkat Francis dinaikkan menjadi Kopral dan sekaligus mendapat penghargaan Military Medal.
Penghargaan elit itu diperoleh Francis ketika pasukan 1st Canadian mendapat tugas menggempur pasukan Jerman yang bermarkas di Passchendaele.
Dalam operasi serbuan itu, pasukan 1st Canadian sempat terpecah dan kehilangan kontak.
Tapi berkat kepiawaian menyusup daerah lawan, Francis berhasil menghubungkan komando kedua pasukan sehingga bisa bersatu lagi dan melanjutkan serangan taktisnya.
Pada 30 Agustus 1918, Francis kembali menunjukkan aksi kepahlawanannya ketika pasukannya terlibat pertempuran sengit melawan pasukan Jerman yang bertahan di Orix Trench (battle of the scarpe)
Kompi Francis nyaris kehabisan peluru sementara pasukan Jerman terus menyerbur dan mengepungnya.
Tinggal menuggu waktu bagi pasukan Jerman yang berada di atas angin untuk mendobrak jantung pertahanan lawan dan membantainya.
Dalam kondisi kritis itu, Francis yang dikenal sebagai prajurit berani mati menunjukkan kepiawaiannya.
Di bawah hujan tembakan senapan mesiu dan senapan serbu Jerman, Francis merayap keluar dari kepungan untuk meminta bantuan.
Sambil menerobos pertahana lawana, Francis juga melepaskan tembakan jitu menggunakan senapan Ross Rifle ke pasukan Jerman yang berusaha menghadangnya.
Upaya Francis untuk menembus kepungan lawan ternyata berhasil.
Tak lama kemudian, sniper ulung itu kembali ke tengah-tengah pasukannya dengan membawa amunisi yang cukup untuk menghadapi gempuran sengit pasukan Jerman.
Atas aksi beraninya itu, Francis kembali memperoleh penghargaan Military Medal untuk kali kedua.
Penghargaan Military Medal kedua Francis itu merupakan peristiwa istimewa karena di militer Kanada hanya ada 39 orang yang pernah mendapatkannya.
Selama bertempur di front Eropa Barat, sebagai sniper, Francis setidaknya telah membunuh 378 serdadu Jerman dan menangkap 300 tentara Jerman lainnya.
Tapi ketika bertempur sebagai sniper, Francis tidak disertai seorang potter, secara politis hasil tembakan yang terkonfirmasi sering diragukan oleh pemerintah Kanada yang masih menomorduakan warga blasteran Indian kulit putih.
Dari sisi prestasi tempur yang berhasil diraihnya, Francis seharusnya mendapat penghargaan tertinggi dari pemerintah Kanada, Distinguished Conduct Medal atau Victoria Cross.
Namun penghargaan itu jika diberikan kepada Francis bisa menimbulkan kecurigaan di kalangan perwakilan kulit putih Kanada.
Menyadari adanya ketidakadilan di negaranya, usia Perang Dunia I, Francis berusaha memperjuangkan diskriminasi berdasarkan ras itu melalui partai politik dan sempat terpilih sebagai kepala suku India Parry Island Band hingga dua kali.
Perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan sebagai warga Kanada kelas sat uterus diperjuangkan Francis hingga meletus Perang Dunia II.
Selama Perang Dunia II, Francis tidak lagi bertempur sebagai sniper tapi penjaga gudang senjata di Ontario dengan pangkat sersan mayor.
Francis meninggal pada 1952 dan dimakamkan di tanah reservasi Indian, Parry Island.