Penulis
Intisari-Online.com – Pada dasarnya orang Belanda konservatif, tetapi ternyata ada juga ide-ide "kreatif” seperti yang dapat Anda saksikan pada tulisan berikut ini.
Tulisan Rumah-rumah “Ajaib” di Negeri Belanda, ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1987.
Pada tahun lima puluhan dan enam puluhan, ide kreatif itu belum kelihatan karena Belanda masih sangat kekurangan ruang untuk tinggal.
Baru kemudian beberapa kota praja mengambil keputusan untuk mendukung eksperimen di sana-sini. Hasilnya antara lain piramida di Huizen, rumah bola di Den Bosch, kubus berkaki di Rotterdam, rumah kaca di Almere dan gua mewah di Eindhoven.
Baca Juga : Mengintip Isi Wahana Rumah Hantu Paling Seram di Dunia, Tak Ada yang Bertahan Lebih dari 6 Jam
Manusia memerlukan privacy dan seperti setiap binatang, ia memerlukan pojok untuk dinikmati. Dinilai dari kriteria itu rumah kaca di Almere itu gagal total.
Arsiteknya, Jan Benthem dan Mels Couwel, memang tidak memikirkan untuk membuat rumah untuk keluarga biasa. Rumah tinggal teknik tinggi itu dirancang dalam tiga hari untuk suatu kompetisi arsitektur yang diadakan Kota Almere, kota muda di daerah Zuiderzee yang baru dikeringkan.
Pemenang kontes itu mendapat izin untuk melaksanakan disainnya di pinggir Kota Almere, di sebuah lapangan kecil yang diberi nama The Fantasy.
Rumah kaca Benthem dan Couwel merupakan proyek yang paling mencolok di The Fantasy. Letaknya juga agak terpencil di pinggiran kota.
Baca Juga : Rumah di Tebet Ini Tampak Sempit, Namun Siapa Sangka Mendapat Penghargaan Arsitektur Internasional!
Barang pribadi disimpan di mobil boks
Jan Benthem kini tinggal dalam rumah kaca itu bersama keluarganya. Dari dunia luar mereka hanya dipisahkan oleh venetian blinds yang menutupi ke tiga dinding kacanya.
Kalau kere itu ditarik, semua orang yang lewat bisa melihat apa saja yang terjadi di dalam.
Kekurangan lain dari rumah kaca itu ialah bahwa ruangan terbuka dibuat seluas mungkin sedangkan fasilitas seperti dapur dan kamar mandi terpaksa disembunyikan dalam ruangan kecil-kecil di sepanjang dinding tertutup satu-satunya di belakang.
Selain itu semua barang pribadi keluarga Benthem harus disimpan dalam mobil boks yang diparkir di sebelah rumah.
Proyek yang sama sekali lain ialah piramida di Huizen, di tepi danau Ijssel. Dalam kasus ini Arsitek Gerard Schouten bekerja sama dengan calon penghuni dan kelompok ekologi de kleine Aarde (Bumi Kecil) untuk mendisain rumah hemat energi dan murah.
Akhirnya penghuni harus membayar ƒ150.000 (± Rp121 juta, ketika itu) padahal dengan uang sebanyak itu mereka bisa membeli rumah yang lebih luas di tempat lain. Namun demikian, mereka toh sangat bangga karena konon biaya gas dan listrik sangat murah.
Para penghuni piramida itu bukan hanya bangga dengan rumahnya yang unik, tetapi mereka juga bisa menanam sayur di kebun dan ada rasa persaudaraan yang erat antarpenghuni.
Hal yang disayangkan hanyalah hilangnya ruangan 1 m di bawah dinding miring.
Baca Juga : Hunian Makin Mahal! Arsitek Ini Sulap Pipa di Film Doraemon Jadi Tempat Tinggal Layak Huni, Mirip Hotel
Seperti dalam cerita dongeng
Itu juga berlaku di rumah bola Dries Kreykamp di Den Bosch. Orang mendapat kesan, kenikmatan dinomorduakan dibandingkan eksperimen teknologis.
Secara teknologis, eksperimen itu sukses. Warna beton plesteran telanjang serta jendelanya yang bulat, memberi kesan kita berada di tempat pemakaman dalam cerita dongeng. Hanya sayang ruangannya terlalu sempit.
Di sebelah selatan Eindhoven, seorang arsitek mengundang setiap orang di Belanda untuk menyaksikan proyek terakhirnya yang disebut "rumah gua", sebuah gua mewah yang terletak di sebuah taman terpencil.
Baca Juga : Antara Bajralepa si Ramuan Misterius dan Stapaka si Arsitek Jenius, Inilah Rumitnya Pembangunan Candi
Rupanya seperti bukit berumput dengan pintu di dalamnya. Bagian depannya sebuah dinding kaca, yang memberi pemandangan pada sebuah kebun luas tetapi kosong.
Di dalamnya tinggal Arsitek Advan Empel. Interior rumah itu mirip bungalow satu tingkat dengan ruang kantor, ruang tinggal luas, tiga tempat tidur, dapur lengkap dan kamar hobi yang dipakai Empel untuk hanggar pesawat glidernya.
Rumah yang dipamerkan itu telah mengundang ribuan orang dari segala penjuru negara. Pada kesempatan itu ia juga menawarkan untuk membuat versi serupa tetapi lebih kecil dengan harga ƒ250.000 (±Rp 201 juta, ketika itu).
Rumah contoh sendiri ditawarkan ƒ400.000 (± Rp 322 juta). Harga itu mahal karena rumah seperti itu memerlukan tempat yang luas. Empel menerangkan bahwa lapisan pasir, tanah dan rumput 25 cm di atas atap itu merupakan isolasi yang baik.
Baca Juga : Sumba Memiliki Banyak Cerita, Begitu Juga Arsitektur Rumah Marga Sumba
Hasilnya: penggunaan energi bisa diturunkan 60% dan karena rumah tak mempunyai kaca jendela dan talang di atap, perawatan tidak begitu rumit.
Eksperimen itu satu-satunya disain yang mengkombinasikan disain baru dengan kenikmatan. Namun, jangan mengharapkan terlalu banyak bila dilihat dari luar.
Kebalikan dari proyek van Empel ialah blok “rumah pohon” Piet Blom di jantung Rotterdam. Proyek itu merupakan sebuah eksperimen yang paling berani. Di satu pihak rupanya seperti rumah tengkorak di Den Bosch.
Baca Juga : Setelah 45 Tahun, Arsitek Ini Ubah Pabrik Semen Bobrok Jadi Rumah yang Spektakuler dan Unik
Di situ tampak kotak persegi empat bertangga menuju ke ruangan berbentuk kubus miring. Namun, kubus itu dibuat lebih besar, sehingga penghuni mempunyai tempat untuk anak-anak.
Selain itu rumah tersebut terintegrasi dalam kompleks lengkap termasuk toko, bioskop, diskotek, bahkan sebuah jembatan. (HH)
Baca Juga : Rumah Panggung, Kekayaan Arsitektur Indonesia yang Penuh dengan Makna SImbolis dan Filosofis