Penulis
Intisari-online.com -Tak banyak yang mengetahui bahwa di Afrika juga ada orang-orang yang memiliki kulit berwarna putih.
Hanya saja, kulit putih yang dimaksud bukan karena secara ras atau genetik, melainkan ada kelainan pigmen kulit yang membuatnya menjadi tidak berwarna atau lebih tepatnya disebut Albino.
Orang-orang albino di Afrika disebut sebagai orang-orang langka yang sangat sulit dijumpai, kecuali di wilayah Tanzania.
Meski hal itu adalah suatu permasalahan yang wajar, pada kenyataannya para albino Afrika ini menyimpan kisah tragis di kampung halamannya.
Baca Juga : Kisah Sebenarnya Barang Milik Negara yang Belum Dikembalikan Versi Pihak Roy Suryo
Mereka dijadikan buruan oleh orang-orang yang mempraktikkan sihir hitam, sebab dalam keyakinan yang berkembang albino dikatakan memiliki 'tuah' abadi.
Bahkan tubuh mereka dianggap memiliki kekuatan untuk penyembuhan, apa lagi di daerah Tanzania dan Malawi para dukun memang masih banyak.
Untuk mendapatkan tubuh albino mereka bahkan bersedia untuk membayarnya dengan harga tinggi, demi kebutuhan ilmu sihirnya.
Diskriminasi terhadap albino Afrika memang telah terjadi sejak ratusan, bahkan ribuan tahun lalu, dan penelitian terakhir dilakukan pada tahun 1892.
Baca Juga : Waduk Jatigede Surut, Desa Ini Kembali Muncul ke Permukaan, Ini Foto-fotonya
Ketika seorang peneliti, bernama Charles Staniland Wake dari Chicago melakukan perjalanan ke Afrika untuk mempelajari budaya dan suku yang berkembang.
Dalam bukunya berjudul Memoirs of International Congress of Anthropologie,Charles terkejut ketika bertemu dengan orang albino.
Namun, setahun kemudian ia tidak lagi melihat orang kulit putih lain selain yang ditemuinya tersebut, hal itu tentu menakutkan bagi Charles.
Terlebih ia menyaksikan bahwa bayi albino yang baru lahir akan dibunuh, hal itu tak lain untuk menjaga warna kulit penduduk desa supaya tetap terlihat gelap.
Baca Juga : Ini Tentara Gurkha, Petarung Terganas di Muka Bumi yang Menjalani Sulitnya Proses Seleksi
Dalam tulisannya ia menyimpulkan bahwa, "Hitam bisa berubah menjadi putih, tetapi putih tidak pernah bisa menjadi hitam."
Kesenjangan ras menunjukkan ketakutan orang kulit hitam, menuju kepunahan ras mereka.
Selain Charles, kisah lain yang dijelaskan adalah kisah Kabula seorang gadis albino yang diculik ketika pulang sekolah.
Beruntung Kabula tidak dibunuh, ironisnya tangannya dipotong setelah itu para penculiknya meninggalkannya.
Itu hanyalah satu kisah, sedangkan ratusan orang albino lain mengalami nasib yang sama dengan Kabula.
Baca Juga : Mengungkap Tabir G30S dari Bangsal Forensik: Tidak Ada Pencungkilan Mata Seperti dalam Film
Untuk harga potongan tubuh orang albino rupanya juga cukup mahal, sekitar $2.000 sekitar Rp29 juta, sedangkan satu tubuh utuh orang albino memiliki harga $75.000 sekitar Rp1,1 Milliar.
Sungguh ironis bukan, padahal penghasilan rata-rata orang Tanzania hanya $400 pert tahun sekitar Rp5 juta.
Untuk itulah anak-anak yang menderita albino setidaknya harus ditempatkan secara aman, mereka harus berskolah dan tinggal di asrama.
Bahkan pada tahun 2014, sekitar 70 orang albino membentuk sebuah koloni mereka sendiri di Pulau Ukerewe pulau kecil di lepas pantai Tanzania.
Hal itu rupanya tak cukup, seorang warga albino di Ukerewe bernama Alfred Kapole diserang di Ukerewe.
Komunitas albino tersebut mulai membentuk organisasi di Tanzania bernama Albinism Society, yang berusaha meyakinkan orang-orang.
Komunitas tersebut mengatakan pada orang-orang dengan menulis "Kami tidak mencair di bawah matahari.Kami tidak menghilang.Kami hidup dan mati seperti orang normal."
Meski terdengar mengerikan, beberapa penduduk juga masih memiliki sikap toleransi dan melakukan perlawanan untuk menemukan keadilan bagi orang-orang albino.
Dalam sebuah perlawanan pada tahun 2015 misalnya, seorang wanita bernama Jane Faidha Bakari dituduh sebagai penyihir yang membayar untuk mendapatkan orang albino.
Untuk itulah orang-orang mendatangi rumahnya dan lebih dari 200 penduduk marah dan menyeretnya keluar dari rumah dan mengadili wanita tersebut hingga mati.
Sayangnya keberadaan dukun yang sebenarnya sangat rahasia dan tidak terungkap identitasnya, dan orang-orang hanya jatuh pada stereotip tentang apa yang dipikir mereka sebagai penyihir.
Namun, selama beradab-abad orang-orang albino berusaha menemukan keadilan merek sedikit mendapat angin segar pada tahun 2015.
Saat itu, Perserikatan Bangsa-bansa berbicara tentang isu rasisme dan tindakan amoral tersebut, pemerintah akhirnya melangkah untuk memberi ruang dan hak bagi orang-orang albino.
Sebanyak 225 dukun yang berlatih tanpa izin medis ditangkap, serta dokter yang dianggap sebagai penyihir yang dicurigai memburu orang albino.
Dalam penggrebekan mereka menemukan, ekor monyet, kulit singa, gigi babi hutan dan banyak lagi bagian hewan langka.
Mungkin penangkapan tersebut adalah sebuah kemenangan bagi orang-orang albino, dalam hal ini isu-isu tersebut mnungkin sudah tidak lagi terdengar.