Find Us On Social Media :

14 Tahun Pembunuhan Munir: Jemputan Terakhir untuk Munir yang Tak Kunjung Datang

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 7 September 2018 | 11:45 WIB

Intisari-Online.com – Hari ini, 14 tahun lalu, tepatnya 7 September 2004, Munir Said Thalib, putra terbaik dalam hal penegakan hukum, tewas diracun dalam penerbangannya menuju Amsterdam.

Berikut ini kesaksian Sri Rusminingtyas, yang seharusnya menjemput Munir di Belanda, di hari kematiannya, seperti dimuat di Majalah Intisari edisi September 2010, dengan judul Jemputan Terakhir untuk Munir.

Saat pesawat Garuda mendarat di Bandara Schiphol, saya tidak kunjung menjumpai Munir di antara penumpang yang datang. Yang harus saya hadapi kemudian, sahabat kami itu telah terbujur kaku tak bernyawa.

Sampai hari ini, setelah enam tahun kepergian Munir, saya masih tetap yakin jika permintaan teman saya Poengky Indarti (Direktur Imparsial - LSM di bidang HAM -Red.) untuk menjemput Munir di Schiphol memang skenario yang sudah diatur dari Atas.

Baca Juga : 14 Tahun Lalu Munir Tewas Diracun Arsenik, Zat Mematikan yang Ternyata Terkandung dalam Beras

Waktu itu saya berpikir, mengapa seorang Munir yang sangat independen, blebar-bleber keluar negeri sendirian, perlu dijemput oleh seorang perantau yang baru menetap tiga bulan di Belanda.

Namun begitulah skenario yang sebaiknya terjadi, dan saya diminta sebagai salah satu pelakon.

Jumat, 3 September 2004, Poengky menelpon untuk memastikan jika empat hari lagi Munir akan tiba di Belanda.

Kata Poengky, "Saya titip Munir ya Mbak! Tenan lo (bener lo), saya titip dia. Kalau ada apa-apa tolong dibantu ya."

Baca Juga : 14 Tahun Pembunuhan Munir, Ahli Forensik Mun'im Idries: Kasus Belum Tuntas, Tapi Dipaksa Tuntas

Spontan saya menjawab bersedia. Tapi setelah itu saya membatin, seorang Munir yang sangat mandiri perlu dititipkan ke saya?

Soal titip-menitip Munir ini, saya baru tahu belakangan, temyata Munir juga malah ketawa lebar di hadapan Poengky ketika dia tahu bahwa saya akan menjemputnya.

Dengan gayanya yang jenaka, kepada Poengky, ia berkata, "Mbak Sri kuwi wis dadi wong Londo ta? Kok ndadak methuk aku barang nang Schiphol." (Mbak Sri itu sudah jadi orang Belanda to? Kok pake jemput saya segala di Schiphol.)