Penulis
Intisari-Online.com - Rupiah terus melemah terhadap dolar AS dengan nilai tukar saat ini hingga Rp15.000 per dollar AS.
Lantas, menurunnya nilai rupiah saat inimenimbulkan anggapan bahwa fundamental ekonomi dalam negeri saat ini lebih buruk dari tahun 1998.
Dilansir dari Kompas, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Saumual memastikan depresiasi rupiah yang terjadi saat ini berbeda dengan depresiasi rupiah ketika 1998 silam.
"Pelemahan rupiah tahun ini dibandingkan 1998 yang anjloknya 80 persen dari Rp2.500 secara tiba-tiba ya sangat jauh ya. Selain itu, waktu it juga tidak ada kenaikan gaji sehingga daya beli masyarakatnya menurun dan harga-harga melonjak tinggi," kata David saat dihubungi Kompas.com, Selasa (4/9/2018).
Baca Juga : Inilah 4 Jenis Garis Tangan yang akan Menunjukkan Kepribadian Seseorang, Punya Anda yang Mana?
David menambahkan, meski ada pelemahan sepanjang lebih dari satu semester, tahun ini juga diikuti dengan kenaikan gaji dan harga-harga yang cukup terjaga.
Sedang data yang dihimpun Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS) dan CEIC, depresiasi rupiahsangat buruk hingga mencapai 254 persendari September 1997 ke September 1998 yang membuat nilai rupiah sebesar Rp3.030 per dollar AS turun tajam ke nilai Rp10.725 per dollar AS.
Sementara depreasiasi rupiah yang terjadi pada September 2017 ke September 2018 sebesar 11 persen yang membuat rupiah melemah dari nilai Rp13.345 per dollar AS menjadi sekitar Rp14.815 per dollar AS.
Menurut data tersebut, jika pelemahannya seperti pada tahun 1998, Rupiah seharusnya mencapai Rp47.241 per dollar AS pada September 2018.
Baca Juga : 15 Penerbangan Nonstop Terpanjang di Dunia, Ada yang Sampai 17 Jam!
Dibandingkan dari cadangan devisa, tahun 2018jumlah cadangan devisanyajauh lebih tinggi yakni 118,3 miliar dollar AS, sedangkan tahun 1998 hanya 23,61 miliar dollar AS.
Meski rupiah terdepresiasi, pertumbuhan ekonomi 2018 meningkat sebesar 5,27 persen year on year (yoy) pada triwulan II.
Sedang tahun 1998, pertumbuhan ekonomi minus 13,34 persen yoy per triwulan II.
Satu lagi poin penting yang membuat rupiah tahun 1998 dan 2018 begitu berbeda yaitu inflasi.
Inflasi yang terjadi pada Agustus 1998 juga jauh lebih tinggi dari yang terjadi pada Agustus 2018.
Jika angka inflasi Agustus 1998 mencapai Agustus 78,2 persen yoy yang dikategorikan dalam inflasi berat (laju inflasi 30-100 persen), inflasi tahun 2018 sebesar 3,2 persen yoy yang dikategorikan dalam inflasi ringan (laju inflasi kurang dari 10 persen).
Kemudian, angka kemiskinan juga menjadi pembeda kondisi perekonomian tahun 1998 dan 2018.
Dari data BI, BPS, dan CIEC dikatakan bahwa angka kemiskinan tahun 1998 mencapai 24,2 persen (49,5 juta orang), sementara tahun 2018 mencapai 9,82 persen (25,9 juta orang).
Sementara itu dari sisi peringkat surat utang, pada 1998 peringkatnya "junk" atau tak bernilai sementara pada 2018 peringkatnya adalahinvestmentgrade.
Baca Juga : Diam-diam Xiaomi Redmi 6A Sudah Masuk ke Indonesia, Ini Harga dan Toko yang Resmi Menjualnya