Rupiah Hari Ini Sangat Lemah bahkan Terburuk Sejak tahun 1998, Ternyata Hal Ini Penyebabnya

Aulia Dian Permata

Penulis

Nilai tukar rupiah terhadap dolar terus melemah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, termasuk neraca transaksi berjalan yang alami defisit.

Intisari-Online.com - Nilai tukar rupiah hari ini, Selasa (3/9/2018) jatuh hingga Rp14.816 per 1 USD.

Rupiah memang telah melemah sejak akhir pekan lalu.

Dikutip dari Bloomberg, di penutupan perdagangan sebelumnya, rupiah berada di level Rp14.710 per 1 USD.

Tapi hari ini adalah level terlemah rupiah sejak tahun 1998 silam.

Baca Juga:Promo Hari Pelanggan Nasional 2018: 6 Restoran Ini Beri Diskon Menarik! Termasuk McDonald's dan J.Co

Nilai tukar rupiah terhadap USD melemah sekitar 8,93% sejak awal tahun.

Ini membuat rupiah menjadi salah satu mata uang yang kinerjanya buruk di regional pada 2018 ini.

Menurut para analis ekonomi, nilai tukar rupiah yang terus melemah didorong oleh kondisi neraca transaksi berjalan yang sedang mengalami deifist.

Kekacauan di pasar negara berkembang dialami oleh banyak negara, tak hanya Indonesia dan salah satu penyebabnya adalah krisis keuangan Turki.

Baca Juga:Selama Ini Kita Salah, Micin Tidak Bikin 'Lemah Otak', Kok! Ini Kata Ahli Gizi IPB

"Kepemilikan asing yang tinggi pada oblihasi dan utang perusahaan Indonesia dalam kurs dolar Amerika juga membuat rupiah melemah," kata Vishu Varathan, Ekonom dari Mizuho Bank.

Sakitar 41% utang pemerintah memang berwujud mata uang asing.

Ini menyebabkan nilai utang akan makin meningkat jika rupiah terus melemah. Akibatnya, utang jadi lebih mahal untuk dibayarkan.

Selain itu, Varathan juga menyebutkan beberapa faktor yang turut mempengaruhi melemahnya rupiah:

Baca Juga:Kulit Leher Belakang Menebal dan Terlihat Hitam? Hati-hati Itu Tanda Penyakit-penyakit Ini Lho...

1. Kondisi politik Iran

Jika utang terus bertambah dan harga minyak tetap tinggi menjelang sanksi Amerika pada Iran di bulan November nanti, nilau rupiah akan terpengaruh.

"Harga minyak naik bisa berkontribusi pada peningkatan tagihan impor negara," kata Varathan.

2. Neraca transaksi berjalan mengalami defisit

Neraca berjalan adalah alat ukur untuk perdagangan internasional Indonesia.

Ini mencakup transaksi barang, jasa, pendapatan aset dan tenaga kerja juga transfer uang.

Ini bisa terjadi karena pasokan ekspor lebih lemah dibanding pasokan impor.

Pemerintah sedang memberlakukan pembatasan impor untuk menahan defisit ini dan mengurangi kebutuhan untuk menjual rupiah lebih banyak.

Bank Indonesia juga telah melakukan beberapa langkah untuk memperkuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.

BI menaikkan suku bunga sebanyak empat kali lipat sejak bulan Mei.

Rupiah yang terus melemah bisa menyebabkan harga bahan pokok melambung tinggi karena kebanyakan bahan-bahan pokok untuk kebutuhan produksi berasal dari luar negeri.

Baca Juga:Jadi, di Manakah Soeharto saat Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) Terjadi?

Artikel Terkait