Penulis
Intisari-Online.com -Selain sebagai salah satu ahli hadis mazhab Syafi’I paling mentereng, Ibnu Hajar Al-Asqolani juga dikenal sebagai sosok yang gigih dalam menuntut ilmu. Salah satu kisahnya paling menarik adalah ketika ia belajar dari tetesan air.
Ibnu Hajar (1372-1449), secara harafiah berarti “anak batu”, lahir dengan nama Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Qabilah yang berasal dari Asqolan, Palestina.
(Baca juga:Puasa, Cara Paling Mudah dan Paling Aman Bersihkan Racun dalam Tubuh)
Ketika belajar di sebuah madrasah, Ibnu Hajar dikenal sebagai murid yang bodoh dan selalu tertinggal dari teman-temannya. Kondisi inilah yang membuatnya patah semangat dan memutuskan untuk pulang ke rumah kakaknya.
Sejak kecil Ibnu Hajar sudah yatim. Ayah dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Ia pun diasuh oleh kakak kandungnya.
Ketika berada di perjalanan dari madrasahnya, ia kehujanan. Ibnu Hajar memutuskan meneduh di sebuah gua. Saat itulah ia memandang ke tetesan air yang berhasil melubangi sebuah batu yang keras.
Ia pun terkejut dan bertanya-tanya: bagaimana batu sekeras itu bisa dilubangi oleh tetesan air?
Setelah merenung, ia pun mendapatkan jawaban itu. Ia mengerti bahwa sekuat apa pun batu itu akan terlubangi oleh air yang menetes terus menerus.
Dari situ ia pun sadar, bahwa kebebalannya dalam menuntut ilmu akan teratasi dengan usaha yang terus menerus tanpa mengenal lelah.
Ia pun kembali ke madrasahnya dan bertemu dengan salah seorang gurunya. Ia menceritakan apa yang baru saja ia temui saat berada di perjalanan menuju rumahnya.
Karena semangatnya, Ibnu Hajar diizinkan kembali belajar di madrasah itu.
(Baca juga:Lewat Penelitian, Rahasia Kekuatan 'Mistis' Binahong Terungkap)
Dan kita tahu, pada akhirnya ketekunan Ibnu Hajar menghasilkan buahnya. karya-karnya bisa kita baca dan temui di mana-mana.
Karyanya paling monumental, Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari (populer dengan Fathul Bari), disebut sebagai penjelasan Sahih Bukhari paling jernih.
Sementara karyanya yang lain, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam (populer dengan Bulughul Maram), menjadi salah satu kitab yang paling banyak dibaca dan dipelajari di pesantren-pesantren di Indonesia.