Penulis
Intisari-Online.com – Pygmalion adalah seorang pemuda yang berbakat seni memahat. Ia sungguh piawai dalam memahat patung. Karya ukiran tangannya sungguh bagus. Tetapi bukan karena kecakapannya itu yang menjadikannya dikenal dan disenangi teman dan tetangganya.
Pygmalion dikenal sebagai orang yang suka berpikiran positif. Ia memandang segala sesuatu dari sudut yang baik.
Apabila lapangan di tengah kota becek, orang-orang mengomel. Tetapi Pygmalion berkata, "Untunglah, lapangan yang lain tidak sebecek ini."
Ketika ada seorang pembeli patung ngotot menawar-nawar harga, kawan-kawan Pygmalion berbisik, "Kikir betul orang itu." Tetapi Pygmalion berkata, "Mungkin orang itu perlu mengeluarkan uang untuk urusan lain yang lebih perlu.”
Ketika anak-anak mencuri apel di kebunnya, Pygmalion tidak mengumpat. Ia malah merasa iba, "Kasihan, anak-anak itu kurang mendapat pendidikan dan makanan yang cukup di rumahnya."
Pygmalion tidak melihat suatu keadaan dari segi buruk, melainkan justru dari segi baik. Ia tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain. Sebaliknya, ia mencoba membayangkan hal-hal baik di balik perbuatan buruk orang lain.
Pada suatu hari Pygmalion mengukir sebuah patung wanita dari kayu yang sangat halus. Patung itu berukuran manusia sungguhan. Ketika sudah rampung, patung itu tampak seperti manusia betul. Wajah patung itu tersenyum manis menawan, tubuhnya elok menarik.
Kawan-kawan Pygmalion berkata, "Ah, sebagus-bagusnya patung, itu cuma patung, bukan isterimu."
Tetapi Pygmalion memperlakukan patung itu sebagai manusia betul. Berkali-kali patung itu ditatapnya dan dielusnya. Para dewa yang ada di Gunung Olympus memperhatikan dan menghargai sikap Pygmalion.
Lalu mereka memutuskan untuk memberi anugerah kepada Pygmalion, yaitu mengubah patung itu menjadi manusia betul. Begitulah, Pygmalion hidup berbahagia dengan isterinya itu yang konon adalah wanita tercantik di seluruh negeri Yunani.
Nama Pygmalion dikenang hingga kini untuk mengambarkan dampak pola berpikir yang positif. Kalau kita berpikir positif tentang suatu keadaan atau seseorang, seringkali hasilnya betul-betul menjadi positif.
Misalnya, jika kita bersikap ramah terhadap seseorang, maka orang itupun akan menjadi ramah terhadap kita. Jika kita memperlakukan anak kita sebagai anak yang cerdas, akhirnya dia betul-betul menjadi cerdas.
Jika kita yakin bahwa upaya kita akan berhasil, besar sekali kemungkinan upaya dapat merupakan separuh keberhasilan.
Dampak pola berpikir positif itu disebut dampak Pygmalion. Namun pikiran kita sering kali berpikir negatif. Seperti bila kita menganggap tetangga kita tidak baik, lalu kita tidak mau bergaul dengannya, akhirnya ia benar-benar menjadi tidak baik.
Kalau kita mencurigai dan menganggap anak kita tidak jujur, akhirnya ia betul-betul menjadi tidak jujur. Kalau kita sudah putus asa dan merasa tidak sanggup pada awal suatu usaha, besar kemungkinan kita benar-benar akan gagal.
Warna hidup memang tergantung dari warna kaca mata yang kita pakai. Kalau kita memakai kaca mata kelabu, segala sesuatu akan tampak kelabu. Hidup menjadi kelabu dan suram.
Tetapi kalau kita memakai kaca mata yang terang, segala sesuatu akan tampak cerah. Kaca mata yang berprasangka atau benci akan menjadikan hidup kita penuh rasa curiga dan dendam. Tetapi kaca mata yang damai akan menjadikan hidup kita damai.
Hidup akan menjadi baik kalau kita memandangnya dari segi yang baik. Berpikir baik tentang diri sendiri. Berpikir baik tentang orang lain. Berpikir baik tentang keadaan. Berpikir baik tentang Tuhan.
Dampak berpikir baik seperti itu akan kita rasakan. Keluarga menjadi hangat. Kawan menjadi bisa dipercaya. Tetangga menjadi akrab. Pekerjaan menjadi menyenangkan. Dunia menjadi ramah. Hidup menjadi indah.