Find Us On Social Media :

Ilmuwan Ini Bikin Sel Surya Murah Dari Buah Jamblang

By Yoyok Prima Maulana, Senin, 1 Mei 2017 | 12:30 WIB

Buah Jamun di India

Intisari-Online.com – Salah satu kendala kurang berkembangnya pemanfaatan sinar matahari adalah mahalnya sel surya yang menangkap sinar dan mengubahnya menjadi energi listrik.

Namun, kabar dari Institute of Technology (IIT) Roorkee di Uttarakhand, bagian utara India ini bisa menjadi solusi kendala tersebut.

Para ilmuwan di IIT Roorkee mampu mengubah buah jamun (Syzygium cumini) yang banyak ditemukan saat musim panas India menjadi sel surya yang murah dan lebih efisien.

Buah ini di Indonesia dikenal sebagai buah jamblang atau duwet oleh masyarakat Jawa.

Periset menggunakan pigmen alami yang ada di buah jamun sebagai photosensitiser murah untuk Dye Sensitized Solar Cells (DSSCs) atau sel gratzel.

Sel gratzel adalah sel surya film tipis yang tersusun atas lapisan berpori dari titanium dioksida (TiO2) dilapisi fotoanode, lapisan molekul pewarna yang menyerap sinar matahari, elektrolit untuk regenerasi zat pewarna, dan katoda.

Komponen ini akan membentuk struktur seperti sandwich dengan molekul pewarna atau photosensitizer yang memainkan peran penting melalui kemampuannya menyerap cahaya.

Warna gelap jamun dan banyaknya pohon jamun di kampus IIT menimbulkan ide bahwa itu bisa digunakan sebagai pewarna di Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) biasa," kata peneliti utama Soumitra Satapathi, asisten profesor IIT.

Peneliti mengekstrak pewarna dari jamun menggunakan etanol. Mereka juga menggunakan plum segar dan kismis hitam, bersama dengan jus berry yang mengandung pigmen yang memberi warna khas pada jamun.

Campuran kemudian diaduk melalui gaya sentrifugal dan dituang. Pigmen berwarna yang diekstraksi yang disebut antosianin digunakan sebagai sensitiser.

"Pigmen alami sangat ekonomis dibandingkan dengan pigmen biasa yang dikembangkan ilmuwan dari Rutenium dan mencoba dioptimalkan untuk meningkatkan efisiensi," kata Satapathi, yang juga seorang profesor tamu di Universitas Massachusetts Lowell di A.S.

"Meningkatnya tekanan pada bahan bakar fosil dan kekhawatiran pemanasan global telah mengilhami pencarian energi alternatif secara terus-menerus," kata Mr Satapathi.