Penulis
Intisari-Online.com – Pendeta Cody Coots punya cara tersendiri dalam berkhotbah di depan para pengikutnya.
Belum lama ini ia digigit seekor ular berbisa selama berlangsungnya khotbah.
Dalam video yang beredar di dunia maya memperlihatkan Pendeta Cody memegang seekor ular hingga hewan itu menggigitnya, di Kentukcy, Amerika Serikat.
Terlihat bagaimana kemudian darah membasahi kemejanya dan ia tetap berkhotbah sambil duduk di kursi.
Pendeta Cody meminta jemaahnya untuk membawa dirinya ke puncak gunung di mana Tuhan menghakimi apakah ia hidup atau mati.
Baca juga:Ratusan Pendeta Dituduh Lakukan Pelecehan Seksual Kepada Ribuan Anak Selama Satu Dekade
Meskipun demikian, seorang pengikutnya menentang sang pendeta dengan membawanya ke rumah sakit.
Ia menggedong Pendeta Cody di pundaknya dan memasukkannya ke dalam sebuah mobil.
Di rumah sakit dokter mengatakan padanya gigitan ular itu mendekati arteri yang membahayakan, yang bisa membuatnya tewas.
“Kebanyakan orang digigit ular berbisa pada bagian muka akan tewas dalam waktu 5 hingga 10 menit,” kata Big Cody yang membawanya ke rumah sakit.
Ia memaksudkan, ayahnya sendiri digigit ular berbisa pada bagian tangan dan tewas tujuh menit kemudian.
Disebutkan, ayahnya Jamie Coots meninggal di usia 42 tahun setelah digigit ular berbisa pada 2014 lalu.
Insiden itu terjadi di tempat sama di Full Gospel Tabernacle di gereja Name Jesus di Middlesboro, Kentucky.
Gereja itu terinspirasi oleh injil versi Mark 16:18 yang menyebutkan: “Mereka mengambil ular dan jika mereka meminum racun apapun yang mematikan, tidak akan melukai mereka.”
Baca juga:(Video) Ketika Setengah Lusin Pasangan Sesama Jenis Menikah Massal di Sebuah Gereja di Filipina
Pendeta Cody bisa dilihat dengan darah di kemejanya sebelum dilarikan ke rumah sakit.
Kini ia mulai mengevaluasi kembali hidup dan keyakinannya setelah bangkit dari sentuhan kematian.
Gereja-gereja yang merawat ular mulai mulai di Pegunungan Appalachian sejak seratus tahun lalu.
Kematian ayah Cody meyakinkan dirinya menjadi pendeta pada usia baru 23 tahun.
Hal itu menjadikan dirinya generasi keempat untuk mengambil pekerjaan perawat ular.
“Saat Injil menyebutkan ular, itu berarti seekor ular berbisa. Saat ayah digigit dan meninggal dalam waktu 10 menit, itu gigitan parah,” kata Cody seperti dilansir dari Mail Online, Jumat (17/8/2018).
Ia menambahkan, setiap kali ayahnya digigit, ia tidak pernah melihatnya melempar ular.
Ia melihatnya ular terkena lantai saja, kemudian ia membawanya pulang.
“Ayah berjalan kembali ke kamar mandi dan kata terakhirnya yang diucapkan padaku adalah, “Wajahku seperti terbakar”.
Cody keluar dari kamar mandi dan kemudian ia mendengar sebuah teriakan.
Saat ia kembali ke kamar mandi ia melihat ayahnya pincang.
Dalam catatan, ayah Cody, Jamie Coots tewas pada 2014.
Begitu pula David Brock (60 tahun) tewas setelah digigit ular berbisa do sebuah Gereja Pantekosta di Kentucky pada 2015.
Sementara pendeta Mack Randall Wolford tewas digigit seekor ular kayu berbisa selama pelayanan agama di tempat terbuka di Virginia Barat pada 2012.
Luar biasanya, ayah Mack Randall Wolford, juga seorang pendeta perawat ular, juga tewas karena gigitan seekor ular 30 tahun sebelumnya.
Namun Cody dan jemaahnya yang percaya tetap meneruskannya beresiko kesehatan dan hidup mereka di pelayanan Minggu mereka.
Selama pelayanan ibadah meletakkan tangan di orang sakit, berdoa, bernyanyi, dan mendengarkan khotbah yang dibawakan Pendeta Cody.
Sang pendeta sering kali mengambil ulat dari sebuah kotak dan membaw satu atau dua diantaranya selama berkhotbah.
Saat jemaahnya menjadi lebih dan lebih bergairah dengan pesan-pesan, mereka sering berteriak, menyanyi atau bahkan berdecak dengan lidah, sambil berdoa kepada Tuhan.
Puncak pelayanan ketika mereka yang merasa digerakkan oleh Roh Suci diundang ke depan, dan memegang api, minum racun, atau mengangkat ular sendiri, sambil menanyi dan menari.
Sekitar 14 orang secara teratur datang setiap Minggu, tetapi pelayanan dapat berlangsung selama 90 menit hingga lima jam, tergantung kegairahan dan intensitas kesempatan.
Istri Cody, Tammy (25 tahun) mengatakan: “Gereja ada dalam darah mereka. Itu dimulai dengan keluarga mereka dan itu diturunkan di keluarga mereka.”
Baca juga:Mengaku Nabi, Pastur Ini Obati Jemaah dengan Insektisida
Masih menurutnya, itu tidak termasuk dirinya karena ia tidak dibesarkan dalam kepercayaan itu.
Ia bertemu Cody lewat ayahnya dan kami nyambung begitu saja.
“Aku seperti tergila-gila kepadanya,” aku Tammy.
Ia dan Cody tidak membicarakan tentang agama hingga setelah mereka menikah.
Ia pun berkata, “Tuhan, apa yang aku lakukan ini?”
Ia tidak mencemaskan Cody akan meninggalkan dunia seperti yang terjadi pada ayahnya.
Ia tidak menginginkan hal tersebut terjadi pada suaminya karena ia mencintainya.
Gereja juga bisa terlihat seperti menentang kaum wanita, yang tidak membolehkan memakai make-up dan harus memakai gaun daripada celana panjang.
Sementara itu kaum wanita tidak diperbolehkan berkhotbah di gereka, meskipun mereka bisa mengatasi ular, memegang bola api, dan minum racun.
Hal itu bila mereka merasa tergerak melakukanna selama pelayanan mingguan, yang terkadang bisa berlangsung selama lebih dari lima jam.