Penulis
Intisari-Online.com -Kartini adalah perempuan progresif, tentu saja. Pikiran-pikirannya disebut melampuai zaman waktu itu. Ia berbicara soal hak dan peran perempuan, pentingnya pendidikan, dan keinginannya yang gigih untuk sekolah ke Belanda.
Meski demikian, tanpa mereduksi jasa besar Kartini, melupakan peran penting suami-istri Abendanon adalah kesalahan yang fatal. Bagaimanapun juga, berkat keduanya, kita bisa menikmati pikiran-pikiran Kartini yang melampuai zamannya itu.
Siapa pasangan suami-istri ini?
Jacques Henrij Abendanon, sering kita sebut dengan J. H. Abendanon (atau sebut saja Tuan Abendanon) adalah Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda (sekarang Indonesia) dari 1900-1905.
Ia lahir di Paramaribo, Suriname, 14 Oktober 1852, dan meninggal di Monako, 13 Desember 1925.
Tuan Abendanon pertama datang ke Hindia Belanda pada 1900. Ia ditugaskan Kerajaan Belanda untuk menyukseskan Politik Etis. Lantaran baru pertama datang, ia agak kebingungan.
Ia pun meminta bantuan temannya yang sepandangan, Snouck Hurgronje, yang kita kenal sebagai orientalis dan arsitek kemenangan Hindia Belanda pada Perang Aceh.
Salah satu fokus utama Abendanon dalam menjalankan tugasnya adalah pendidikan untuk perempuan.
Snouck sendiri memberi nasihat kepada Abendanon untuk memberi perhatian lebih terhadap tiga puteri Bupati Jepara, teristimewa yang paling tua, R. A. Kartini. Dari sinilah perkenalan keduanya dimulai.
Melalui Tuang Abendanon, Kartini akhirnya mengenal Nyonya Abendanon (Rosa Manuela Abendanon) saat keduanya datang ke Jepara pada 8 Agustus 1900.
Nyonya Abendanon adalah seorang perempuan bangsa Spanyol yang suka membantu mempraktikkan gagasan-gagasan etis suaminya dengan menerima pelajar-pelajar Bumiputra di rumahnya dan memberi bimbingan kepada mereka—termasuk Kartini dan dua adiknya: Roekmini dan Kardinah.
(Dalam buku Kartini: Sebuah Biografi karangan Sitioemandiri Soeroto, Nyonya Abendanon pernah membuat Kartini kecewa berat karena menghalang-halanginya dan dua adiknya sekolah ke Belanda).
Selain membimbing, setelah Kartini meninggal, Tuan Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirim Kartini pada teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul Door Duisternis tot Licht—dari sinilah kita tahu pikiran-pikiran cemerlang Kartini—dan terbit pada 1911.