Penulis
Intisari-Online.com – Demam adalah salah satu gejala yang paling sering dijumpai pada penyakit sehari-hari, khususnya pada anak-anak. Dikatakan demam bila suhu pada ketiaknya lebih dari 37,8 derajat Celsiusatau suhu di lubang anusnya 38,4 derajat Celsius.
Demam sebenarnya reaksi tubuh terhadap rangsangan pirogen, yakni senyawa dari luar tubuh seperti produk kuman, racun atau kuman itu sendiri. Sesungguhnya, tubuh pun dapat membuat zat pirogen serupa yang dikenal sebagai sitokin. Namun biasanya zat pirogen yang sering menimbulkan demam adalah senyawa dari luar tubuh.
(Catat! Pasien Demam Justru Jangan Diselimuti)
Terhadap kepentingan tubuh, sebenarnya demam bukanlah yang buruk. Pada keadaan demam, aktivitas zat kekebalan tubuh berada pada kemampuan yang diperlukan. Saat itu sel darah putih atau lekosit berkumpul di tempat infeksi yang sedang terjadi.
Dengan demikian sebenarnya tidak perlu buru-buru menurunkan demamnya, terutama bila tidak memperlihatkan keluhan lain seperti nyeri atau rewel. Demam tinggi juga akan meningkatkan kebutuhan cairan, sehingga si penderita harus lebih banyak diberi minum daripada kebutuhan sehari-harinya.
Menghadapi demam pada anak-anak, orangtua sering keliru mengambil tindakan pertolongan. Baik dalam penggunaan obat maupun dalam mengompres.
(Kondisi-kondisi yang Harus Diwaspadai Orangtua ketika Si Kecil Demam)
Ada berbagai obat penurun demam dengan aneka rasa untuk anak-anak. Jenis pereda demam paling dikenal adalah parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Pemberian pereda demam akan lebih baik bila ditujukan untuk meredakan keluhan sakitnya, dan bukan sekadar untuk demamnya.
Bagi anak-anak biasanya dipakai patokan berat badan untuk menakar berapa banyak obat yang diperlukan. Dosis pereda demam seperti parasetamol, misalnya 10 – 15 mg setiap kg bobot badan setiap kali pemberian. Kalau berat badan anak 10 kg, maka jumlah parasetamol yang diperlukan sekali telan 100 – 150 mg. Parasetamol dapat diberikan selang empat jam, tetapi tidak boleh melebihi lima kali dalam 24 jam.
Selain itu, tersedia pula banyak sirup pereda demam bagi anak dengan berbagai dosis untuk tiap sendok takarnya. Tidak setiap sendok sirup parasetamol bermerek atau generik mengandung zat aktif yang sama kadarnya. Sendok yang tersedia dalam kemasan adalah sendok dengan ukuran 5 ml (terkadang juga tersedia ukuran 2,5 ml) – yang sayangnya diterjemahkan begitu saja menjadi sendok teh.
Penerjemahan yang keliru ini membuat masyarakat kemudian mengira bahwa sendok teh di rumah yang ukuran volumnya lebih kecil dari 5 ml, boleh menggantikan sendok takar tersebut. Jadi sebaiknya tetap gunakan sendok takaran dalam memberikan obat sirup pada anak.
Tepat cara mengompres
Demam tak selalu akan turun setelah satu dua kali pemberian obat pereda demam. Tingkat demam yang amat tinggi dapat mengganggu proses metabolisme tubuh, sehingga diperlukan cara lain untuk meredakannya, yaitu kompres.
Dengan mengompres diharapkan suhu dingin kompres akan mampu menurunkan suhu yang dibawa oleh aliran darah. Oleh sebab itu lebih baik bila pengompresan dilakukan pada bagian tubuh yang memiliki pembuluh darah besar, yakni di lipat paha, ketiak atau leher, bukan di dahi seperti terlihat dalam film-film.
Kadang kala mengompres dengan cara ini masih juga belum cukup. Cara paling efektif adalah mengompres seluruh tubuhnya. Tentu tidak praktis membaluri tubuh dengan air di tempat tidur. Yang lebih efektif, membawanya ke kamar mandi. Membasuh seseorang yang sedang demam tinggi sama sekali tidak berbahaya, asalkan tidak menggunakan air dingin. Membasuh dengan air hangat sangat dianjurkan, dan hal ini tidak hanya dilakukan satu dua kali saja, melainkan dapat berkali-kali.
Biasanya anak-anak akan senang bila dapat bermain air. Maka tak usah ragu membawanya ke kamar mandi, sepanjang ia menginginkannya – dengan pengawasan tentunya. Menggunakan bathtub berisi air hangat untuk mencelup anak yang demam sesekali akan sangat membantu. Kegiatan ini dapat dihentikan bila demam sudah berkurang. Menggunakan alkohol sebagai media kompres di rumah sudah tidak lagi dianjurkan.
(dr. Waldi Nurhamzah)