Penulis
Intisari-Online.com – Sekitar 70 laki-laki bertelanjang dada itu menyanyikan lagu Bali dengan latar belakang Pura Uluwatu dan Matahari yang tenggelam. Mereka duduk di tengah kalangan dengan sekitar 800 penonton mengelilinginya.
--
Di Bali sebenarnya banyak tempat untuk menikmati tari Kecak. Namun, pementasan Kecak di Uluwatu memberikan nuansa berbeda karena berada di atas tebing setinggi 50 m.
Pementasan Kecak ini dilakukan di bagian selatan Pura Uluwatu. Dari Denpasar perlu waktu sekitar satu jam untuk mencapai lokasi ini menggunakan kendaraan pribadi. Tidak ada angkutan umum ke lokasi ini.
Sebelum tarian dimulai, pengunjung bisa terlebih dahulu melihat-lihat keindahan Pura Uluwatu. Pura yang terletak di puncak tebing ini memperlihatkan keindahan tersendiri karena letaknya di atas ketinggian tebing dengan ombak di bawahnya yang tiada henti menghantam karang.
Tari Kecak dimulai pukul 18.00 WITA. Pementasan tari Kecak diadakan di kalangan yang dilingkari tempat duduk berundak untuk penonton. Tempat pementasan ini mampu menampung sekitar 800 penonton.
Cerita tarian diambil dari epos Ramayana.Legenda India ini menceritakan kisah cinta Rama dan Sita. Suami-istri ini diasingkan di hutan ditemani adik Rama, Laksamana. Muncul tokoh jahat Rahwana yang bernafsu mendapatkan Sita.
Rahwana menggoda Rama dan adiknya dengan seekor kijang emas. Ketika Rama dan Laksamana mengejar kijang emas itu, Rahwana lalu menculik Sita.
Ada empat babak utama tarian. Pertama kemunculan Rama, Sita, dan kijang emas. Kedua, munculnya Rahwana yang mau menculik Dewi Sita. Ketiga, Hanoman membawa cincin Rama ke Alengka Pura. Keempat, dibakarnya Hanoman oleh Rahwana. Seluruh cerita ini dimainkan sekitar satu jam oleh 100-an penari.
Babak-babak ini dimainkan para penari dengan gemulai. Kadang menghentak, kadang sendu. Rama, Sita, Laksamana, Rahwana, dan tokoh cerita lainya datang bergantian di panggung.
Dengan latar belakang Matahari tenggelam, ritmik gerak mereka melahirkan siluet temaram. Selama gerak itu pula, suara akapela dari 70 penari bertelanjang dada terus menggema.
Munculnya beberapa tokoh tambahan, seperti Hanoman, Delem, Lenda-lendi, dan lainnya memberikan warna tersendiri dalam tarian ini. Mereka memang berbicara dalam Bahasa Bali, tapi kadang-kadang diselingi Bahasa Indonesia, Bahasa Jepang, dan Bahasa Inggris. Anda bisa dibuat tertawa dengan banyolan-banyolan dalam beberapa bahasa campur tersebut.
Tapi kelucuan ini segera berganti kctegangan ketika tarian akan berakhir. Sekitar 10 menit menjelang berakhir, tokoh Hanoman dikepung api. Bola-bola api menyala-nyala mengelilingi Hanoman yang diam di tengah lingkaran.
Lalu, bola-bola api dari sabut kelapa itu ditendang ke sana ke mari. Sebagian penonton menjerit ketika bola api itu mengarah ke tempatnya. Tapi beberapa penari memadamkan api itu. Ketegangan tarian berakhir dengan berhasilnya tokoh kera putih, Hanoman, keluar dari lingkaran api sekaligus membawa pulang Dewi Sita.
Usai tarian, Anda juga bisa berfoto-foto dengan para penari. Pengelola memberikan waktu khusus bagi pengunjung untuk melakukannya. Meski suasana sudah semakin gelap, sesi berfoto ini amat sayang untuk dilewatkan. • Ant
Do & don’t