Sebelum Jadi Hunian Elite, Dulu Apartemen Itu untuk Masyarakat Bawah dan Tak Punya WC

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Intisari-Online.com – Bayangan kita tentang sebuah apartemen mungkin tentang sebuah tempat tinggal dengan fasilitas lengkap: sistem keamanan 24 jam, kamera CCTV, fasilitas olahraga, sauna, dll. Serba mewah.

Padahal di masa lalu, apartemen sempat diperuntukkan bagi masyarakat bawah. Tak ada WC pula.

Apartemen sendiri didefinisikan sebagai blok bangunan yang di dalamnya terdiri atas sejumlah ruang atau unit.

Penghuninya bisa menyewa atau memiliki dan ditempati dalam jangka waktu tertentu saja.

Baca juga: Disebut Tinggal di Apartemen Kecil, Inilah Taksiran Jumlah Kekayaan Vladimir Putin yang Sebenarnya Berlimpah Ruah

Selain itu ada istilah kondominium, yang berarti penguasaan sejumlah orang atas sebuah bangunan besar. Jadi kalau apartemen merujuk kepada fisiknya, kondominium merujuk istilah legalnya.

Istilah apartemen sebenarnya lebih sering digunakan di Amerika Utara. Sedangkan di negara-negara Persemakmuran, istilahnya flat.

Cikal bakal apartemen sebenarnya sudah sejak berabad-abad silam di wilayah Kekaisaran Romawi.

Ensiklopedia Britannica memuat, di akhir abad pertama SM sudah ada insula, yakni tempat tinggal umum untuk mengatasi kepadatan penduduk.

Baca juga: Bak Spiderman, Pria Ini Panjat 4 Lantai Untuk Selamatkan Bocah yang Tergantung di Sebuah Balkon Apartemen

Penghuninya masyarakat Roma kelas menengah ke bawah. Salah satu insula saat ini masih dapat ditemukan di Ostia, kota pelabuhan tua di Roma.

Bangunan insula tergolong sederhana, terbuat dari kayu dan bata lumpur, sehingga mudah terbakar dan hancur. Umumnya terdiri atas empat lantai, meski ada yang enam sampai delapan lantai.

Lantai bawah untuk kawasan bisnis, di atasnya baru tempat tingga. Tapi di lantai-lantai atas umumnya tak ada pemanas atau air, bahkan hanya beberapa yang mempunyai WC.

Apartemen kuno juga ada di Mesir. Pada abad pertengahan periode Arab-Islam, di Fustat (Kairo lama), ibukota Mesir, sudah ada bangunan tujuh lantai.

Baca juga: Di Balik Gemerlapnya New York, Aktris ini Mampu Hidup di Apartemen Sederhana dengan Biaya Sewa Sangat Rendah

Al-Muqaddasi, geografer Islam dari Yerusalem, abad ke-10, menggambarkan bangunan-bangunan itu menyerupai menara dan sebagian besar populasi Fustat tinggal di sana.

Seabad kemudian, bangunan-bangunan serupa sudah mencapai 14 lantai dengan atap berupa taman lengkap dengan roda air sebagai sarana irigasi.

Pada abad ke-16, Kota Shibam, di Yaman, sudah dipenuhi bangunan bertingkat hingga disebut "Manhattan di padang pasir".

Bangunan tinggi itu sebenarnya dimaksudkan untuk melindungi penduduk dari serangan suku Bedouin dari Israel Utara. Bangunan yang bisa mencapai ketinggian 30 m itu menjadi apartemen bata lumpur tertinggi di dunia hingga hari ini.

Baca juga: Ternyata, Ada Apartemen Rahasia di Menara Eiffel Lho, Begini Penampakannya

New York awal abad ke-19 yang sudah dipenuhi bangunan tinggi, baru memiliki apartemen pada tahun 1830-an. Tapi masih tetap untuk masyarakat kelas bawah, hingga sering menjadi sarang kriminal.

Kala itu sebutannya "railroad apartment", karena kamar-kamarnya sempit dan dirancang sebaris mirip gerbong kereta api.

Baru pada tahun 1884, New York memiliki apartemen mewah yang bernama The Dakota, di ujung barat laut 72nd Street and Central Park West.

Bangunan bergaya neo-Gothic hasil rancangan arsitek Jerman, Henry Janeway Hardenbergh, ini ditetapkan sebagai tempat bersejarah nasional pada tahun 1976.

Tempat ini semakin bersejarah karena menjadi kediaman John Lennon, musisi band The Beatles, sekaligus tempat ia mati tertembak di tahun 1980.

Kini apartemen lebih dari sekadar bangunan eksklusif, namun sebuah bentuk perhatian lingkungan karena menghemat penggunaan lahan untuk perumahan. [Deviana Pattiselanno – Intisari Oktober 2010]

Baca juga: Dulu Berhenti Sekolah dan Punya 5 Pekerjaan Berbeda, Kini Wanita 20 Tahun Ini Berhasil Beli Apartemen Seharga Rp2,2 Miliar

Artikel Terkait