Jangan Menghakimi Lebih-lebih Memarahi, Ini yang Bisa Anda Lakukan Bila Anak Mengucapkan Kata Kurang Pantas

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Intisari-Online.com – Berbagai paparan informasi yang diterima anak tak bisa sepenuhnya dapat dikontrol orangtua.

Akibatnya, kadang orangtua mendengar kata-kata kurang senonoh keluar dari mulut si kecil.

Ini pertanda bahwa lingkungan sekitar berdampak buruk terhadap pertumbuhannya.

Tanpa harus menghakimi si kecil, menurut psikolog anak Anna Surti Ariani, ada tiga hal yang bisa dilakukan orangtua.

Pertama, mengabaikan begitu saja kata-kata yang tidak pantas itu. Misalnya dengan berpura-pura tidak mendengar atau berpura-pura salah dengar.

Kemudian ia kita ajak mengobrol soal lain atau mengarahkan perhatiannya ke hal yang positif. “Ini sering kali efektif karena anak perhatiannya teralihkan,” kata Nina.

Baca juga: Justru akan Memberi Efek Negatif kepada si Kecil, Ini 5 Alasan Mengapa Orangtua Tidak Harus Memarahi Anak di Depan Umum

Selama ini orangtua salah kaprah karena cenderung lebih memperhatikan ucapan kurang pantas dari si anak.

Pada sisi lain, ketika si anak berbuat baik, orangtua malah “lupa” sering tidak mengapresiasi. Ujung-ujungnya, anak akan mengucapkan kata-kata kurang pantas untuk mendapatkan perhatian.

Kedua, menerapkan teknik “aksi-konsekuensi”. Cara ini dilakukan dengan menghitung kata-kata yang tidak boleh diucapkan anak di rumah. Jika anak mengucapkan kata itu dalam jumlah tertentu, dia harus menanggung konsekuensinya.

Misalnya, jika anak mengucapkan kata itu hingga 10 kali, jatah untuk menonton hilang. Dengan begitu, anak akan jera.

Baca juga: Tak Perlu Terlalu Risau Jika Anak Susah Tidur, Itu Satu dari Lima Tanda Anak Anda Memiliki IQ Tinggi

Ketiga, meningkatkan kemesraan orangtua dengan anak. Pada akhir pekan kurangilah intensitas kegiatan dengan gadget atau aktivitas lain yang tidak relevan. Habiskan waktu untuk bercengkrama dengan anak dan pasangan.

Aletta, gadis cilik berumur 8 tahun itu, selalu “mengomel” setiap kali mendapati orangtuanya belanja terlalu banyak di supermarket.

Dia meminta ibunya untuk mengambalikan sebagian barang-barang itu ke etalase toko. “Hemat, hemat…,” begitu kata gadis kelas 2 SD ini kepada sang bunda.

Di rumah, jika orangtuanya lupa mencabut kabel dispenser atau penanak nasi, dia juga selalu ngomel. Dan dengan pede-nya dia “berceramah” soal pemanasan global atau hemat energi pada ibunya. Begitu pula ketika melihat orangtuanya terlalu sering main gadget.

Baca juga: Pelanggaran Berlipat dari 'Anak Zaman Now' yang Terjaring Razia Polisi, Apa Saja Kira-kira?

Mawesti (29), sang ibu, mengakui perilaku Aletta mengingatkan kebiasaan buruk orangtuanya ini cukup efektif. Padahal ia tidak pernah menyuruh buah hatinya berbuat demikian.

“Mungkin itu pengaruh dari bacaan atau paparan gurunya di sekolah,” kata perempuan yang bekerja di sebuah lembaga penerbitan buku di Yogyakarta ini.

Apa yang dilakukan Aletta sebenarnya juga kerap dilakukan anak-anak lain. Bimbim Slank, misalnya, mengaku berhenti merokok karena sering ditegur anaknya yang masih bocah.

Tiga tahun lalu ketika dia masih merokok, anaknya selalu menulis “You are not smoking anymore”.

Baca juga: Untuk Cicilan Rumah dan Biaya Pendidikan Anak Enaknya Uang Suami atau Istri ya? Yang Penting Diskusi dan Investasi!

Alissa Wahid menengarai efektivitas perilaku anak mengingatkan kebiasaan buruk orangtua ini sebagai hal yang wajar.

“Sudah pasti anak punya kekuatan karena dia ‘harta’ paling berharga,” kata Alissa.

Tapi kalau dilakukan lewat rekayasa, orangtua malah akan kehilangan kredibilitas. Ini bahaya.

“Lain halnya jika pesan itu disampaikan secara spontan. Itu artinya penyampaian pesan lewat anak tersebut bermakna positif,” jelas Alissa. (Rusman Nurjaman – Intisari Mei 2013)

Baca juga: Kenali dan Deteksi Dini Kanker pada Anak untuk Memperbesar Penyembuhan

Artikel Terkait