Find Us On Social Media :

Kisah Pram dan Hamka: Bertengkar di Atas Kapal Van der Wijck, Berdamai di Bawah Islam

By Ade Sulaeman, Senin, 6 Februari 2017 | 16:30 WIB

Hamka dan Pram

Intisari-Online.com - Panasnya api perseteruan tak selamanya abadi. Kadangkala keyakinan yang sama mampu mendamaikannya. Seperti konflik yang terjadi di antara Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) dan Pramoedya Ananta Toer.

(Kado Ulang Tahun Istimewa dari Google untuk Pramoedya Ananta Toer)

Dua tokoh sastra kenamaan Indonesia itu bersebrangan paham. Namun pada akhirnya, Islam jualah yang mendamaikan mereka.

Perseteruan di antara Hamka dan Pram bermula pada awal tahun 1963. Jagad sastra Indonesia digemparkan oleh dua surat kabar di Jakarta, yakni Harian Rakyat dan Harian Bintang Timur. Kedua koran tersebut berafiliasi pada Partai Komunias Indonesia (PKI) di masa itu.

Keduanya memberitakan karya Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van der Wijck merupakan hasil jiplakan.

(92 Tahun Pramoedya Ananta Toer: Kisah Babe, Sang Penyelamat Karya-karya Pram di Pulau Buru)

Rubrik Lentera dalam koran Harian Bintang Timur yang diasuh Pram, secara detil mengulas cara Hamka mencuri karangan itu. Karya tersebut diduga milik sastrawan asing, Alvonso Care.

Berbulan-bulan lamanya kedua koran tersebut terus menerus memojokan Hamka. Bahkan, kedua koran itu tak hanya mengkritik karya Hamka. Mereka juga menyerang Hamka secara pribadi.

Irfan Hamka, putra Hamka yang menuliskan memoar tentang ayahnya, dalam buku yang berjudul Ayah, mengaku sering dipojokan oleh guru sastra Indonesianya semasa SMA. Gurunya saat itu memang dekat dengan tokoh Lekra seperti Pram.

"Guru sastra Indonesiaku, begitu pula dengan guru Civic-ku (Kewarganegaraan), keduanya dengan gaya mengejek selalu menanyakan kesehatan ayah, dan tak lupa berkirim salam kepada Ayah, kupingku selalu panas mendengarnya," aku Irfan dalam bukunya.

Seiring berjalannya waktu, para pegiat Lekra pun harus menghadapi kenyataan pahit. Peristiwa G 30 S PKI, mengharuskan mereka masuk ke dalam daftar pencarian orang untuk ditangkap.

Kedekatan mereka dengan tokoh-tokoh PKI dianggap sebagai bentuk kegiatan subversif terhadap negara. Pram termasuk pihak yang ditangkap dan dipenjara di Pulau Buru.