Untuk Cicilan Rumah dan Biaya Pendidikan Anak Enaknya Uang Suami atau Istri ya? Yang Penting Diskusi dan Investasi!

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Perbedaan cara pandang biasanya membuat adanya semacam pembagian keuangan di beberapa pasangan suami dan istri.

Intisari-Online.com -Buku karya John Grey,Men are from Mars, Women are from Venusmenggambarkan bagaimana laki-laki dan perempuan melihat dunia dengan kacamata yang berbeda.

Ternyata, laki-laki dan perempuan mempunyai cara yang berbeda pula dalam melihat uang, atau dalam hal ini, mengelola uang.

Perbedaan itu membuat adanya semacam pembagian keuangan di beberapa pasangan suami istri.

Masalah cicilan rumah, misalnya, dipegang oleh suami, bersama dengan pembayaran tagihan-tagihan lain, seperti telepon, TV kabel, listrik, PAM, dan sebagainya.

Baca juga:Ngawur! Hanya Demi Beli Kucing Mahal, Direktur Keuangan Ini Korupsi Hingga Rp6,9 MiliarIstri memegang tanggung jawab belanja bulanan dan kepentingan anak, termasuk pembayaran asuransi pendidikan anak, kesehatan, dan sejenisnya.

Namun apakah pembagian keuangan di antara suami dan istri itu perlu?

Benny Rahardjo, Financial Planner dari QM Financial, mengemukakan bahwa sebetulnya masalah perencanaan keuangan keluarga bukan masalah gender.

Yang paling penting adalah kesepakatan pembagian tugas antara antara suami dan istri.

Benny menambahkan, sebenarnya pembagian tanggung jawab keuangan antara suami dan istri sudah tidak lagi relevan pada zaman sekarang. Sekarang, dengane-payment, semua dimudahkan.

Memang, diakui Benny, ada perbedaan cara belanja antara perempuan dan laki-laki.

Dituturkan Benny, perempuan cenderung sering belanja, namun kecil-kecil, baik nominal harga dan jumlahnya. Misalnya, belanja tas, sepatu, baju, dan sejenisnya.

Nah, kalau laki-laki, belanjannya jarang, namun sekali belanja, barangnya besar dan harganya mahal!

“Perempuan masih bisa mengontrol dalam hal besaran. Kalau lelaki, impuls belanjanya lebih kecil, tapi kalau sudah mengingini sesuatu, dia sudah tidak peduli dengan harga,” kata Benny.

Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh Barclays Wealth Female Client Group memberikan perbandingan yang lebih detail mengenai perbedaan pria dan wanita dalam hal finansial.

Menurut penelitian tersebut, perempuan lebih enggan mengambil risiko daripada pria, baik keuangan rumah tangga maupun keuangan bisnis.

Baca juga:Untuk Para Pemula, Jangan Pernah Menyatukan Asuransi dan Investasi Jika Tidak Ingin Menyesal Seperti Artis Tanah Air Ini

Namun demikian, wanita lebih disiplin dalam mengelola keuangan yang menjadi tanggung jawabnya.

Hal itu bisa dilakukan dengan menjaga agar kekayaan tetap stabil, mencurahkan lebih banyak waktu untuk meneliti jumlah pemasukan dan pengeluaran, merencanakan dana pensiun, atau sekadar mengikuti perencanaan keuangan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Walaupun perempuan lebih tidak percaya diri terhadap kemampuan mengelola keuangannya, penelitian tersebut menunjukkan bahwa pria ternyata cenderung mendelegasikan pengaturan keuangannya kepada orang lain.

Namun perempuan punya ketertarikan untuk mencoba beberapa strategi pengelolaan finansial dan membuktikan apakah strategi tersebut efektif atau tidak.

Perbedaan karakter antara laki-laki dan perempuan di atas bisa menjadi patokan pembagian tanggung jawab keuangan keluarga.

Namun demikian, tutur Bennny, sebenarnya yang terpenting bukanlah siapa bertanggung jawab pada bagian apa, namun bagaimana suami dan istri menyisihkan pemasukan keluarga untuk kemudian diinvestasikan.

Benny menuturkan, setiap keluarga pasti ingin sejahtera. Kesejahteraan tentu diukur dari apa yang dipunya dan berapa besar pengeluaran keluarga tersebut.

“Nah, sekarang kan masalahnya bagaimana bisa mempunyai harta banyak, pengeluaran juga bisa besar,” ujar Benny.

Baca juga:Inilah Cara Mengetahui Investasi Emas Bodong

Banyak keluarga sebenarnya tertipu, karena merasa pengeluaran besar tapi tidak memiliki apa-apa, karena dimiliki dengan cara berutang.

Seharusnya, seperti dijelaskan Benny, kalau keluarga mau sejahtera, yang dilakukan adalah dengan cara menambah aset produktif sebanyak mungkin.

Aset produktif adalah aset yang bisa menghasilkan lagi. Misalnya, keluarga tersebut membeli properti untuk kemudian disewakan.

Intinya adalah memasukkan dana ke aset yangreturn-nya lebih tinggi dari inflasi.

Menabung di bank, menurut Benny, merupakan cara yang salah dalam mengelola dana.

Benny menerangkan, Inflasi saat ini berkisar di 6%, sedangkan bunga bank sekitar 3%. Artinya minus.

Seharusnya dana ditaruh di investasi yang nilainya lebih tinggi dari inflasi. Investasi dapat dimulai dari nilai yang paling kecil, yaitu reksadana.

Benny menerangkan, bagi yang belum begitu paham bagaimana seharunya mengelola keuangan keluarga, ada dua prinsip dasar yang harus dilakukan suami dan istri.

Prinsip pertama, usahakan menabung minimal 10% dari pendapatan keluarga.

Pendapatan bisa merupakan pendapatan suami saja atau gabungan antara pendapatan suami dan istri.

Baca juga:Selamat! Indonesia Tempati Urutan ke-2 Sebagai Negara Terbaik Untuk Investasi di Dunia

Prinsip kedua, jika harus berutang, nilai utang tidak boleh lebih dari 30% dari sisa pendapatan setelah ditabung.

Ini adalah perhitungan paling dasar, bagi yang belum dihitung secara detail misalnya tabungan pendidikan berapa, cicilan rumah, dan sebagainya.

Bagi yang sudah ada itungannya, tabungan itu dikelola dalam bentuk investasi. Benny menekankan, jangan berpikir menabung ketika ada sisa.

“Yang benar adalah: begitu dapat uang, minimal 10% investasi, 90% boleh dihabisin,” kata Benny.

Apakah uang sisanya harus dihabisin?

“Ya silakan saja; orang kan harus memberi penghargaan atas dirinya sendiri setelah capek mengumpulkan uang,” tandas Benny. (JB Satrio)

Artikel Terkait