Penulis
Intisari-Online.com - Munding Aji (30), pemuda dari RT 002 RW 001 Desa Gunungsari, Kecamatan Pejagoan, Kebumen, Jawa Tengah, hidup berdampingan dengan 10 ular sanca raksasa peliharaannya setiap hari.
Ular jenis piton atau sanca batik (Pyton reticulatus) miliknya ini diberi nama-nama cantik, mulai dari Syahrini, Shelly, Jenny, Cindy, Vira, Amel, Rambo, dan Faldi.
Rambo dan Syahrini sudah berusia 10 tahun, panjangnya sekitar 9 meter dan diameter perut 60 sentimeter.
Munding mengaku jatuh cinta pertama kali dengan ular-ular raksasa itu dari foto Syahrini kecil.
Baca Juga:Jangan Jadikan Kebiasaan! Kerja Lembur Itu Bahaya dan Bisa Sebabkan 5 Gangguan Kesehatan Ini
Saat itu, dia tidak sengaja melihat foto Syahrini kecil di media sosial.
“Saat itu timbul rasa penasaran, akhirnya saya beli Syahrini kecil, harganya dulu Rp 300.000. Setelah sekian lama pelihara Syahrini, kok makin cinta sama ular, akhirnya baru menyusul beli Rambo dan adik-adiknya,” ujarnya.
Munding menerangkan, setiap pagi, sebelum beraktivitas, dia menyempatkan waktu sejenak untuk membersihkan kandang Syahrini dan kawan-kawan.
“Asal kandang rutin dibersihkan, ular tidak mungkin bau, kalau di kebun binatang kebanyakan bau karena jarang dibersihkan. Kebersihan kandang juga berpengaruh terhadap kesehatan ular,” tuturnya.
Untuk makan sendiri, setiap bulan Munding bisa memberikan 10 hingga 15 ekor ayam pedaging untuk setiap ular koleksinya.
Jika dirata-rata, setiap bulan dia wajib membeli minimal 100 ekor ayam atau mengeluarkan Rp 3 juta hanya untuk pakan.
Kebutuhan rutin bulanan itu, lanjut Munding, dia keluarkan dari kocek pribadi.
Sebab, selama ini dia tidak pernah memungut satu peser pun dari semua pengunjung yang datang.
Baca Juga:Sultan Brunei, Kekayaannya Mengalahkan Raja Arab Saudi namun Dengan Mudah Hamburkannya
Hobi memelihara ular, apalagi yang berukuran raksasa dalam jumlah yang banyak, tentu bukan hobi yang murah.
Namun, meskipun biaya yang dikeluarkan setiap bulan cukup mahal, dia tak pernah sekalipun terlintas untuk mengambil keuntungan atau menjual ular-ularnya.
Siapa pun yang berkunjung ke rumahnya untuk melihat ular tidak perlu membayar.
Tidak ada kotak sumbangan atau tiket. Pengunjung justru akan mendapat jamuan sebagai teman bercengkerama layaknya tamu pada umumnya.
Baca Juga:Ini Mahdis Mohammadi, Anak 8 Tahun yang Disebut Gadis Tercantik di Dunia
“Saya sama sekali tidak punya motif ekonomi kalau soal pelihara ular, cuma ingin mengenalkan masyarakat kepada ular-ular saya,” katanya.
Salah satu pengunjung, Nurhayati (50), mengaku takut saat kali pertama melihat ular-ular Munding.
Bahkan, para tamu rombongan dari SD Kutosari 4 ini sempat berteriak histeris begitu masuk dari ujung gang.
“Soalnya belum pernah lihat yang sebesar ini. Jadi kaget. Waktu pegang saja keringat dingin keluar semua,” katanya.
Munding lalu bercerita, pernah pada suatu ketika, Syahrini ditawar oleh seseorang.
Tidak main-main, banderol yang diberikan saat itu cukup fantastis, yakni Rp 150 juta. Namun tanpa pikir panjang, Munding dengan tegas menolak tawaran itu.
“Kalau Syahrini tidak mungkin dijual, saya punya ambisi untuk memelihara ular-ular saya sampai sebesar yang saya bisa, kalau mungkin malah bisa untuk warisan anak cucu,” ungkapnya. (M Iqbal Fahmi/Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Pemilik 10 Ular Piton, Biaya Rp 3 Juta Per Bulan hingga Tolak Tawaran Rp 150 Juta untuk Syahrini (2)"
Baca Juga:Meski Kalah Image, Ikan Kembung Nyatanya Lebih Bergizi Ketimbang Salmon, Bisa Bikin Panjang Umur Lho