GM Sudarta: Menjadi Kartunis Itu Sering Terjebak dalam Kepahitan Hidup

Moh. Habib Asyhad

Penulis

GM Sudarta dikenal sebagai sosok yang selalu bersemangat meski sedang sakit, lebih-lebih ketika berbicara tentang karikatur dan kehidupan.

Intisari-Online.com -Dunia kartun Indonesia baru saja kehilangan salah satu maestronya.

Kartunis senior harian Kompas GM Sidarta meninggal dunia pada Sabtu (30/6) kemarin.

Sosok pencipta Oom Pasikom itu dikabarkan sudah sakit sejak 2010 lalu. Waktu itu ia menjalani operasi tulang pada kakinya setelah jatuh dari kamar mandi.

Selain patah tulang kaki, pada tahun yang sama, Sudarta juga dikabarkan menghidap penyakit kronis Hepatitis C.

Baca juga:Kabar Duka, Kartunis 'Oom Pasikom' GM Sudarta Tutup Usia

Terkait sang kartunis, Redaktur Pelaksana Bolasport.com Hery Prasetyo punya kenangan tersendiri.

Laki-laki yang akrab disapa Hery Gaos itu menyebut Sang Maestro sebagai sosok yang selalu bersemangat meski sedang sakit, lebih-lebih ketika berbicara tentang karikatur dan kehidupan.

“Hery, jangan bilang siapa-siapa dulu tempat persembunyianku iki, hanya kamu, Bre (Redana), dan Rony yang tahu tempat ini,” begitu pesan GM Sudarta kepada Hery saat datang ke tempat “persembunyiannya” pada 2015 lalu, seperti termaktub dalam status Facebook-nya.

Bagaimana kenangan Hery terkait Sang Maestro secara lebih lengkap, baca cerita yang pernah tayang di Kompas.com berikut ini:

Kartunis Gerardus Mayela (GM) Sudarta mengatakan, menjadi kartunis sering kali terjebak dalam kepahitan hidup.

Dia selalu memprihatinkan ketidakadilan, penyimpangan, kejahatan, dan kekacauan, kemudian bersikap lewat karyanya untuk mengkritik atau memberi penyadaran.

Dan, kepahitan GM Sudarta itu masih tercermin dalam pameran senirupa Mediart di lobi Kompas, mulai 28 September sampai 3 Oktober 2015.

Kepahitan itu tidak hanya sebatas perasaan, tapi juga ancaman nyata. Bahkan, dia pernah didatangi dua panser karena karyanya, juga pernah terserang penyakit aneh.

Kepada penulis, GM Sudarta menjelaskan, kartun sudah menjadi bagian hidupnya dan dia tak bisa meninggalkannya, meski harus merasakan kepahitan.

Baca juga:(Foto) 'Hanya' Bermodal Tahi Lalat dan Rambut, Wanita Ini Ubah 50 Karakter Kartun Populer Menjadi Dirinya, Mirip!

Dalam usia 70 tahun ini, ia tak juga surut menggeluti dunianya. Justru itu yang membuatnya merasa lebih hidup.

Pencipta tokoh Om Pasikom di harian Kompas ini menegaskan, kartunis memang harus bisa merasakan dan menjiwai kepahitan hidup agar kemudian bisa membuat karya sebagai reaksinya.

"Saya sependapat dengan Jakob Oetama bahwa kartun tidak bisa melakukan revolusi. Tapi, kartun harus cerdas, tajam, dan bijak dalam memotret realitas hidup dan memberi penyadaran atau kritik yang baik. Setidaknya, kartun memberi tahu ada sebuah kesalahan atau penyelewengan. Kartun tidak bisa merevolusi, dia hanya mencegah kesalahan ini jangan terjadi lagi," jelasnya.

Meski begitu, ia merasa kartun memiliki pengaruh besar. Pesannya kadang lebih sampai ke sasaran dan mampu memberi penyadaran yang kuat, tanpa harus berbuih-buih.

Pernah pada 1967, GM Sudarta memotret realitas sosial yang memprihatinkan.

Terjadi tren perampokan dan diduga dilakukan oleh oknum-oknum tentara. Ia pun mencoba membuat sebuah kartun dengan tokoh Om Pasikom yang dimuat di harian Kompas.

"Tak lama, kami diserbu dua panser dan diteror serta ditekan habis-habisan. Mereka protes kartun saya," tuturnya.

Tak hanya itu, GM Sudarta merasa terjebak dalam kepahitan hidup. Dia selalu berusaha meresapi dan menjiwai setiap realitas yang menyimpang. Sehingga, seolah-olah hidupnya juga berada dalam kepahitan yang ia potret.

"Pernah pada tahun 1980 saya sakit parah dan harus diopname. Badan saya panas. Dokter bingung dan menurutnya saya sebenarnya tak sakit, karena hasil diagnosis semua baik," kisahnya.

Baca juga:Kabar Duka Nurbuat Srimulat Meninggal Dunia Karena Serangan Jantung

"Saya pikir, ini penyakit aneh. Secara medis saya baik, tapi kok saya merasa tak enak dan sampai panas. Setelah berkonsultasi dan saya resapi sendiri, ternyata karena saya terlalu jauh dalam merasakan kepahitan hidup. Seolah, saya berada setiap kepahitan demi kepahitan yang terjadi dalam realitas," tambahnya.

Meski begitu, itu salah satu yang membuatnya tajam menangkap potret sosial politik dan budaya, sekaligus lincah dalam berkarya dan kritik.

"Ya, akhirnya saya sadari dan secara otomatis sakit itu hilang sendiri. Saya sekarang lebih tenang dalam meresapi kepahitan hidup," ucapnya.

Dalam pameran Mediart dengan tema "JO" itu, ia kembali menghadirkan kepahitan hidup yang ia potret.

GM Sudarta memamerkan empat lukisannya berjudul "Keterbukaan", "Condromowo", "Yang Hilang", dan "Ibu Pengungsi".

Semua karya berbicara soal kemanusiaan, kepahitan hidup yang ia potret.

Dia berharap, dengan caranya ia bisa berbuat sesuatu untuk mengurangi kepahitan, memberi penyadaran, juga mencegah agar tak terulang kepahitan yang sama.

Baca juga:Untuk Hormati Sang Maestro, Para Fan di India Rayakan Ulang Tahun Charlie Chaplin yang Ke-129

Artikel Terkait