Find Us On Social Media :

Begini Kisah Miris di Balik Patung Tugu Pancoran

By Hery Prasetyo, Rabu, 28 Desember 2016 | 10:15 WIB

Patung Tugu Pancoran atau Patung Dirgantara kini, melintas di atas jalan tol.

Intisari-Online.com - Ada beberapa kisah miris di balik Patung Tugu Pancoran, Jakarta. Patung yang diinisiasi oleh Presiden RI Pertama, Ir Soekarno dan dikerjakan oleh Edhi Sunarso itu, akhirnya berdiri namun harus melewati banyak rintangan dan duri.

“Dhi, saya mau membuat Patung Dirgantara untuk memeringati dan menghormati para pahlawan penerbang Indonesia. Kau tahu kalau Bangsa Amerika, Bangsa Soviet, bisa bangga pada industri pesawatnya. Tetapi Indonesia, apa yang bisa kita banggakan? Keberaniannya!!!”

Demikian percakapan Bung Karno dengan Edhi Sunarso di teras belakang Istana Negara, Jakarta, pada 1964, yang menyiratkan betapa bangganya Presiden pertama Indonesia itu dengan heroisme para penerbang Indonesia. Ironisnya, tidak semua orang mengenal penggagas dan pembuatnya, apalagi memahami gagasan dan permasalahannya.

Suatu hari penulis, M Akbar Linggaprana, memiliki kesempatan untuk melakukan wawancara langsung dengan Edhi Sunarso (82), pematung legendaris kepercayaan Presiden Sukarno di kediamannya di Jl Kaliurang Km 5,5 No. 72 Yogyakarta.

Dalam kesempatan peresmian “Tugu Muda” Semarang tahun 1953 yang dikerjakan oleh Sanggar Pelukis Rakyat pimpinan Hendra Gunawan, Edhi Sunarso bertemu dengan Bung Karno.

Kala itu Bung Karno menghampiri Edhi dan berkata, “Selamat ya, sukses.” Edhi terdiam bingung mendapat ucapan tersebut. Beberapa hari kemudian ia baru tahu kalau dirinya menjadi juara kedua lomba seni patung internasional yang diselengarakan di London dengan judul “Unknown Political Prisoner”.

Usai menyelesaikan pembuatan relief Museum Perjuangan di daerah Bintaran Yogyakarta tahun 1959, Edhi dipanggil Bung Karno untuk menemuinya di Jakarta. Panggilan tersebut sempat membuatnya terkejut. Dalam hati, Edhi bertanya-tanya ada kepentingan apa Bung Karno memanggilnya ke Jakarta. Selain dia, dua seniman lainnya, yaitu Henk Ngatung dan Trubus juga mendapat panggilan serupa.

Ketiga pematung andalan Indonesia ini kemudian melahirkan patung Selamat Datang yang hingga kini bisa kita nikmati di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta.

Nyaris berhenti Dari sekian banyak proyek pembuatan monumen dari Bung Karno, Edhie mengakui kalau pembuatan Patung Dirgantara nyaris mandek. Patung Dirgantara dimaksudkan Bung Karno untuk menghormati jasa para pahlawan penerbang Indonesia yang berhasil melakukan pengeboman terhadap kedudukan Belanda di Semarang, Ambarawa, dan Salatiga menggunakan pesawat-pesawat bekas peninggalan Jepang.

“Kita memang belum bisa membuat pesawat terbang, tetapi kita punya pahlawan kedirgantaraan Indonesia yang gagah berani. Kalau Amerika dan Soviet bisa membanggakan dirinya karena punya industri pesawat, kita juga harus punya kebanggaan. Jiwa patriotisme itulah kebanggaan kita!  Karena itu saya ingin membuat sebuah monumen manusia Indonesia yang tengah terbang dengan gagah berani, untuk menggambarkan keberanian bangsa Indonesia. Kalau dalam tokoh pewayangan seperti Gatotkaca yang tengah menjejakkan bumi,” ujar Edhie Sunarso mengenang perkataan Bung Karno panjang lebar.

Bung Karno meminta Edhie untuk memvisualisasikan sosok lelaki gagah perkasa yang siap terbang ke angkasa. Bahkan Bung Kano kemudian berpose sambil berkata, “Seperti ini lho, Dhi. Seperti Gatotkaca menjejak bentala.”

Setelah model Patung Dirgantara, atau patung Pancoran selesai, Edhie mengusulkan kepada Bung Karno agar patung yang rencananya berbentuk seorang manusia yang memegang pesawat di tangan kanannya diubah.