Find Us On Social Media :

Cerita dari Para Perangkai Kata

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 14 Desember 2016 | 20:03 WIB

Budi Darma: Menulis adalah Menata Hidup

Intisari-Online.com – Di tepi Sungai Barito, Eka Kurniawan memandangi tongkang batu bara bergerak pelan mengikuti arus. Sebelumnya, ia menyusuri sungai lain dengan perahu kelotok. Mengunjungi sejumlah tempat dan mendengar cerita penduduk tentang kehidupan mereka. Eka mengunjungi Banjarmasin akhir September lalu, melakukan riset untuk tulisannya.

Eka, 37 tahun, adalah sastrawan muda Indonesia berbakat yang kerap dibandingkan dengan  sastrawan besar Indonesia Pramoedya Ananta Toer. Novel pertamanya Cantik Itu Luka mendapat banyak pujian, baik dari kritikus maupun pembaca sastra. Majalah Horison menulis, novel yang diterbitkan pada 2002 itu adalah novel kelas dunia. Hebatnya Cantik Itu Luka sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang.

Sampai sekarang Eka sudah menerbitkan lima buah buku, Cinta Tak Ada Mati, Gelak Sedih, Lelaki Harimau, Cantik Itu Luka serta Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis. Dan banyak tulisannya berupa cerpen dan esai dimuat di media nasional.

Pria asal Tasikmalaya ini adalah satu dari sedikit sastrawan yang menjadikan menulis sebagai   profesi tanpa terikat kepada perusahaan tertentu dan menerima gaji bulanan. Artinya, Eka hanya mendapat penghasilan dari menjual tulisannya.

Sebelum memutuskan untuk mandiri, selain menulis, Eka pernah bekerja selama dua tahun sebagai editor naskah di sebuah rumah produksi. “Ketika akan menulis novel baru, saya memutuskan berhenti bekerja kantoran,” tutur suami Ratih Kumala ini. Sampai sekarang sudah empat tahun Eka tidak menerima gaji bulanan.

Pada mulanya Eka tidak menjadikan menulis sebagai profesi. Sebab seperti sebagian besar penulis pemula, awalnya menulis tidak menghasilkan banyak uang. “Saya menjalaninya terus sampai kemudian penghasilan datang dengan sendirinya,” kisahnya.

Bagi Eka, sebagai profesi, menulis adalah untuk memperoleh penghasilan. Namun ada kalanya, ia menulis untuk kesenangan dan ekspresi diri tanpa peduli menghasilkan uang atau tidak.

Eka percaya profesi apa pun bisa menghidupi siapa pun. “Seperti profesi lain, jika ditekuni dengan baik, saya yakin menulis bisa untuk membiayai hidup,” tegas ayah Kinanti Kidung Kurniawan ini.

M. Aan Mansyur, 30 tahun, juga punya keyakinan yang sama. Pria asal Makassar ini adalah sastrawan muda yang tengah memantapkan karier di dunia sastra. Sebuah penerbitan besar, September tahun ini menerbitkan buku kumpulan cerpennya Kukila. Sastrawan Joko Pinurbo memuji Aan sebagai penulis yang pintar menciptakan misteri cerita dengan jalinan kata-kata  yang bernapaskan puisi.

Sebelumnya Aan sudah menerbitkan lima buku puisi yaitu Hujan Rintih-Rintih, Aku Hendak Pindah Rumah, Cinta yang Marah, Tokoh-Tokoh yang Melawan Kita dalam Satu Cerita serta Sudahkah Kau Memeluk Dirimu Hari ini? dan dua novel yaitu Perempuan dan Rumah Kenangan.

“Jika sekarang saya belum bisa dianggap hidup layak dari pekerjaan sebagai penulis, saya yakin kelak bisa,” kata Aan optimis. Jika setiap judul buku yang diterbitkan dibaca oleh lima persen penduduk Indonesia, tambahnya, penulis akan hidup layak. Saat ini selain menulis, untuk menghidupi dirinya, Aan bekerja sebagai editor lepas di sejumlah penerbit.