Find Us On Social Media :

Brenda Trivena Grace Salea, Mahasiswi Yang Tak Malu Menjadi Sopir Angkot

By Agus Surono, Sabtu, 3 Desember 2016 | 11:02 WIB

Brenda Trivena Grace, mahasiswi yang menjadi sopir angkot. (Foto: Tribun)

Intisari-Online.com - Namanya Brenda Trivena Grace Salea (21). Warga Likupang, Minahasa Utara ini tercatat sebagai mahasiswi semester 7 Akademi Manajemen Informatika Komputer (AMIK)-Sekolah Tinggi Manajemen Informatika Komputer (STMIK) Manado, Sulawesi Utara.

Demi membantu ekonomi keluarganya, anak kedua dari tiga bersaudara ini rela menjadi sopir angkot jurusan Likupang - Tatelu. Namun itu hanya dilakukan pada akhir pekan sebab hari biasa ia kuliah.

(Baca juga: Syarifah Salsabila, Remaja 14 Tahun yang Sudah Menjadi Mahasiswi)

Meski hanya sekali seminggu "narik" angkot namun sosok Brenda amat dikenal para penumpangnya. "Senin sampai Jumat saya kuliah dan pulang memakai bus di hari Jumat," katanya.

Dalam satu hari, kata Brenda, ia bisa memperoleh uang Rp300 ribu. Itu artinya satu setengah rit (satu kali bolak-balik Likupang Tatelu ditambah satu kali perjalanan kembali ke Likupang). Dari uang itu, Brenda hanya mendapatkan Rp 100 ribu. Ia menyetor ke ayahnya sebesar Rp 100 ribu dan mengisi bensin Rp 100 ribu.

"Saya akan tambah pendapatan jika ada anak sekolah misalnya yang akan pergi lomba ke Airmadidi. Saya enggak perlu nungguin, jadi masih bisa narik satu rit untuk itu," ujarnya.

"Dengan itu saya sudah tidak terlalu sering meminta uang kepada orangtua. Itu sudah mengurangi beban mereka walau hampir semua kebutuhan saya juga masih ditanggung mereka," katanya.

Bisa mengganti ban

Semasa kecilnya, ayah Brenda adalah seorang sopir angkot di Ratahan. Bekerja kepada seorang bos, ayah Brenda mengendarai angkot jurusan Tombatu-Ratahan atau Liwutung-Ratahan.

(Baca juga: Mahasiswi yang Dinyatakan 'Terbunuh' pada 1984 Ternyata Masih Hidup)

"Ayah juga kerja sampingan memelihara ayam, ikan mas, dan ikan mujair. Ia juga pernah memelihara katak sawah," ujarnya.

Melihat kesulitan ekonomi di keluarganya, saat duduk di kelas 4 bangku Sekolah Dasar (SD), Brenda sudah mulai turun ke jalan jualan ikan. Ia berteriak "ikan manta (mentah)" untuk menarik pembeli.