Penulis
Intisari-Online.com -Memiliki anak, khususnya bagi pasangan yang sudah menikah adalah bagian dari siklus hidup. Namun, ada juga yang tidak menghendaki kehadirannya dengan berbagai alasan.
--
Bagi yang sudah menikah, pasangan mana sih, yang tidak ingin punya anak? Anak dianggap melengkapi kebahagiaan. Bahkan, bagi sebagian orang, anak menunjukkan status sosial. Suami istri yang tidak memiliki anak dianggap sebagai pasangan yang “gagal”. Benarkah?
Devi Asmarani, 40 tahun, seorang penulis di Jakarta, ini punya pandangan sendiri. Delapan tahun menikah, ia dan suaminya memutuskan tidak memiliki anak. Meski tak memungkiri dirinya dan sang suami suka dengan anak-anak, namun hal itu bukan alasan kuat bagi mereka memiliki momongan.
“Kami sangat menikmati hubungan sebagai suami istri yang sangat nyaman. Aku merasa bersyukur atas apa yang aku miliki sekarang, kehidupan kami sangat berkualitas ,” kata Devi membuka percakapan.
Bukan tujuan utama
Sebelum memutuskan menikah tahun 2004 lalu, Devi dan suaminya menjalani masa pacaran selama tujuh tahun. Mereka kemudian meningkatkan hubungan ke jenjang yang lebih tinggi namun tujuan utamanya bukan untuk memiliki keturunan. “Kami menikah karena cinta dan nyaman satu sama lain. Memiliki anak bukan menjadi target pernikahan kami,” ungkap Devi yang juga seorang instruktur yoga ini.
Tak ingin memiliki anak, namun pasangan ini tidak juga mengikuti program Keluarga Berencana (KB). Jika ternyata Tuhan berkehendak lain dan memberi mereka anak, Devi mengaku senang. “Kami akan merawatnya dengan baik,” tuturnya.
Seperti situasi pada umumnya, keluarga dan teman-teman dekat pada awalnya sering menanyakan perihal anak. Sudah menikah, tapi belum punya momongan. Meski sedikit terganggu, Devi cukup sabar menerima pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ia selalu menjawab bahwa Tuhan belum memberikan kepercayaan. Dan seperti biasa pula, banyak yang memberi resep-resep jitu untuk segera punya anak.
Soal keputusan tidak akan memiliki anak, Devi dan suaminya tidak akan mengumumkan langsung. Beruntung, seiring berjalannya waktu, pertanyaan-pertanyaan tadi sudah semakin jarang terdengar. Hal ini karena keluarga inti masing-masing pasangan ini sangat menghargai dan mempercayai tujuan pernikahan yang mereka bangun.
Kesenangan orang tua saja
Devi melihat setelah punya anak, banyak pasangan yang justru tidak mampu mempertahankan keharmonisan. Kualitas hubungan mereka berubah, bahkan tak sedikit yang akhirnya bermasalah. Tapi, tentu saja tidak semua seperti itu.
Devi yakin anak akan mengubah hidup seseorang, termasuk mengubah dirinya. Merasa nyaman dengan kehidupannya saat ini, ia tidak berniat melakukan perubahan radikal dalam waktu dekat. Ia mencintai kebebasan untuk melakukan pekerjaan yang dicintainya yakni menulis buku dan yoga. Kecintaannya itu kadang menuntut untuk bepergian ke berbagai kota untuk training. Demikian juga suaminya yang sibuk bekerja di sebuah perusahaan perminyakan asing.
Di luar karier pekerjaan, pasangan ini selalu melewatkan akhir pekan atau libur panjang dengan menjalani hobi seperti diving dan bersepeda. “Intinya, aku bersyukur dengan apa yang aku miliki sekarang. Aku tidak ingin punya anak dan siap menanggung konsekuensi di masa tua,” tegas Devi yang sempat melewati masa remaja di Amerika Serikat ini.
Devi mengkritik sebagian pasangan yang memiliki anak namun justru tidak menghargai hak-hak anak. Janggal rasanya melihat keluarga-keluarga yang mempercayakan pengasuhan anak mereka kepada baby sitter. “Sepertinya anak hanya untuk memenuhi kesenangan orangtua saja,” katanya, “Mengapa mereka tidak meluangkan waktunya sebentar, tapi kebanyakan malah sibuk dengan BlackBerry-nya.” Nah, lo!
Selain itu, menurut Devi, anak bisa menjadi faktor pembuat stres. Banyak orang kepingin punya anak dengan berbagai cara, misalnya terapi hormon atau bayi tabung. Ada yang berhasil atau gagal. Akhirnya jadinya mereka malah stres, karena di Indonesia masalah anak juga dipengaruhi pressure orang tua atau lingkungan.
Simbol pengabdian
Cerita soal anak ini, berbeda pada Tri Amanah Anggraini, 41 tahun, yang menganggap anak sebagai simbol pengabdian. “Cinta keduaku setelah kepada Allah SWT adalah anak-anak,” kata Iin, begitu sapaan akrabnya sehari-hari.
Iin merawat sendiri lima anak sebagai hasil pernikahannya dengan Pambudi Pribadi. Keikhlasan yang membuat ia tidak merasa berat. “Dan memang anak seharusnya diurus sendiri,” tuturnya.