Find Us On Social Media :

Tersangka, Apakah Keikutsertaan Ahok di Pilkada DKI Bisa Gugur

By Hery Prasetyo, Rabu, 16 November 2016 | 16:45 WIB

Calon gubernur DKI, Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok.

Intisari-Online.com - Keputusan yang menetapkan Basuli Tjahaya Purnama alias Ahok sebagai tersangka penistaan agama sempat menimbulkan pertanyaan. Apakah status ini bisa membatalkan Keikutsertaan Ahok di Pilkada DKI?

Bareskrim Polri menetapkan Ahok menjadi tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama. Penetapan tersangka dilakukan Bareskrim Polri setelah melakukan gelar perkara terbuka terbatas di Mabes Polri, Selasa (15/11/2016).

Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menjawab pertanyaan apakah keikutsertaan Ahok di Pilkada DKI bisa gugur atau tidak oleh kasus itu.

"Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Ahok bisa menggugat penetapan itu ke sidang praperadilan. Kalau gugatan praperadilan dikabulkan, maka status tersangka harus dicabut. Sebaliknya jika gugatan praperadilan ditolak, maka status tersangka Ahok tetap dan penyidikan perkara dilanjutkan sampai ke pengadilan," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Rabu (16/11/2016).

Menurut Yusril, status Ahok selaku calon gubernur tidak terpengaruh oleh proses hukum dalam kasus dugaan penistaan agama. Ahok tetap bisa meneruskan pencalonannya karena status tersangkanya sebagai sebuah delik umum, bukan delik khusus yang diatur dalam Undang-Undang Pilkada.

"Ahok tidak bisa lanjut pilkada jika dia melanggar pidana dalam Undang-Undang Pilkada. Ketentuan seperti ini tidak hanya berlaku bagi Ahok, tetapi bagi siapa saja yang jadi calon dalam pilkada. Keadilan harus ditegakkan bagi siapa pun," tutur Yusril.

Menurut Yusril, para pelapor dalam kasus ini harus terus mengawasi jalannya proses penyidikan nanti. Apabila ada pelapor yang merasa penyidikan berjalan lambat, maka mereka bisa meminta laporan penanganan kasus kepada Bareskrim Polri.

Adapun jika nanti penyidik memutuskan mengeluarkan surat perintah penghentian perkara (SP3) karena bukti tidak mencukupi, maka pelapor berhak mengajukan gugatan praperadilan terhadap keputusan tersebut.

"Saya percaya bahwa hukum itu adalah mekanisme untuk menyelesaikan masalah secara adil dan bermartabat. Tentu sepanjang semua pihak menjunjung tinggi proses penegakan hukum yang adil dan beradab, bukan adu kekuatan untuk merekayasa atau memaksakan kehendak," ujar Yusril.