Penulis
Instisari-Online.com - Belum lama beredar kabar pensiunnya Miyabi atau Maria Ozawa. Pensiunnya Miyabi dan keunikan industri esek-esek di Jepang memang unik. Seperti diungkapkan dalam wawancara dengan GMA Network pada pertengahan 2015, alasan pensiunnya wanita top di industri esek-esek Jepang ini adalah ingin bekerja sesuai dengan mimpinya di industri film (biasa) dan dunia hiburan.
Keputusan itu sempat dicibir banyak orang sehingga Maria pun memutuskan pindah ke Filipina.
Bukan hal mudah bagi pemain industri porno di Jepang untuk pensiun. Terlebih mereka yang tidak bisa mengubah gaya hidupnya. Di industri porno mereka dengan mudah mencari uang. Sementara tak banyak lowongan pekerjaan yang bisa diisi mereka yang pensiun selain di dunia hiburan juga.
Perlu diketahui saja, setiap bulan di Jepang keluar sekitar 4.000-an judul film esek-esek. Anehnya, pemain wanitanya sangat dominan dibandingkan pemain prianya. Dari sekitar 6.000-an bintang film porno wanita, hanya ada 70-an pemeran pria.
(Baca juga: Lebih dari Setengah Penduduk Dewasa Jepang Memilih untuk Tidak Ngeseks)
Sedikitnya pemain pria membuat Ken Shimizu – salah satu aktor industri esek-esek Jepang – mengaku lelah. Bayangkan, ia pernah tidak bisa liburan selama tujuh tahun!
“Jumlah bintang porno laki-laki di Jepang lebih sedikit dari jumlah harimau bengal,” cuit Shimizu di Twitter.
Sementara, besarnya animo siswi SMA atau mahasiswi terjun di industri porno karena memburu penghasilan. Kerja sambilan di JAV tersebut menuai upah yang cukup besar setiap bulan, yakni 250 ribu yen (setara Rp27,5 juta).
Anehnya, dengan banjirnya video esek-esek itu, kasus pemerkosaan atau angka kejahatan seksual di Jepang sangat rendah. Berbeda dengan di Indonesia yang banyak kasus pemerkosaan dipicu oleh tontonan video esek-esek yang beredar illegal.
Bisa jadi norma yang masih berlaku ketat di masyarakat Jepang serta cap “memerkosa adalah perbuatan gila” menjadikan kasus kejahatan seksual di Jepang sedikit. Hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual juga keras.
Selain itu Jepang juga mengatur secara ketat dalam hal visualisasi film porno. Film porno memang legal, tetapi coba perhatikan film-film porno mereka. Bagian-bagian vital disensor. Bila kita temukan film porno Jepang tanpa sensor, bisa dipastikan film-film itu dikuasai Yakuza.
Kasus Igarashi
Makanya, menarik juga membaca berita di BBC Indonesia (24 Desember 2014) tentang seniman Jepang Megumi Igarashi ditahan karena membuat perahu berbentuk vagina.
Megumi Igarashi dituduh memamerkan 'karya cabul' di sebuah toko peralatan seks di Tokyo dan mengirim data 3D dari vaginanya ke sejumlah orang.
Seniman berusia 42 tahun itu ditangkap lalu ditahan awal Desember. Pihak berwenang mengatakan, penahanan dilakukan karena kekhawatiran dia berupaya menghilangkan bukti-bukti.
Undang-undang Kecabulan di Jepang melarang penggambaran alat kelamin, yang dikaburkan jika disiarkan atau diterbitkan di media.
Jika bersalah, dia diancam dengan hukuman penjara sampai dua tahun atau didenda maksimal 2,5 uta yen atau sekitar Rp200 juta.
(Baca juga: 9 Kafe Bertema Unik di Jepang)
Igarashi menjadi berita internasional pada bulan Juli ketika dia ditangkap setelah mencoba menghimpun dana di inernet untuk membuat perahu berbentuk vagina dengan menggunakan mesin pencetak 3D.
Setelah menjalani persidangan, pada 9 Mei 2016 hakim memutuskan bahwa Igarashi tidak bersalah. Patung perahu kayak berwarna terang buatan Megumi Igarashi tersebut tidak secara langsung mengisyaratkan anggota tubuh wanita.
Meskipun demikian dia tetap didenda 400.000 yen atau Rp49 juta karena hakim berpendapat Igarashi telah melanggar hukum berbagi data terkait pemindaian tiga dimensi vaginanya, yang dapat digunakan untuk menciptakan alat kelamin wanita.