Find Us On Social Media :

Inovasi Pewarnaan Alami Ramah Lingkungan ala Merdi Sihombing

By Agus Surono, Selasa, 15 November 2016 | 20:17 WIB

Salah satu karya Merdi Sihomong dengan memanfaatkan bahan lokal untuk warna tenun.

Intisari-Online.com – Indonesia kaya akan tenun. Dari Sabang sampai Merauke akan kita temukan tenun-tenun tradisional yang sudah melampaui lorong waktu. Semakin indah, karena banyak teknik pewarnaan alami ramah lingkungan.

Seiring dengan tren ramah lingkungan, tenun pun mulai ikut arus. Banyak penenun dan perancang busana bekerja sama menciptakan tenun ramah lingkungan, semisal pada tahap pewarnaan.

Salah satu perancang busana itu adalah Merdi Sihombing. "Saya sudah sekitar 10 tahun berkecimpung dalam pemberdayaan komunitas penenun tradisional. Salah satu upaya kami adalah mengangkat bahan-bahan lokal sebagai pewarna alami tenun," katanya di sela-sela acara peluncuran program "Maybank Women Eco Weaver" di Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Mataram, NTB.

Diakui Merdi, pewarna alami memang memiliki keterbatasan warna. Namun hal itu tak berpengaruh banyak pada keindahan tenun lokal. Terbukti saat hasil rancangan Merdi Sihombing diperlihatkan di catwalk banyak decak kekaguman keluar dari hadirin.

"Bagus juga yang warna hijau itu," komentar seorang ibu-ibu.

Dalam pencarian warna ramah lingkungan itu, Merdi menemukan banyak bahan lokal yang selama ini tak terpikirkan.

"Seperti kangkung hutan yang bisa menghasilkan warna hijau keabu-abuan. Atau daun petai cina untuk warna kuning. Daun ini malah dikenal sebagai obat cacing," katanya.

(Baca juga: Warna-warni Pantai Kolbano)

Program Maybank Women Eco Weaver merangkul empat wilayah penghasil tenun tradisional, yakni Lombok Tengah dan Lombok Timur di Nusa Tenggara Barat, serta Sawahlunto dan Tanahdatar di Sumatra Barat. Selain di Indonesia juga melakukan pemberdayaan di Kamboja. Karena itu dalam gelar busana itu Merdi mengolaborasikan tenun keempat daerah dengan selendang dari perajin Kamboja.

Merdi Sihombing sendiri juga bermitra dengan para penenun yang berasal dari sembilan provinsi di Indonesia. Hal ini baru pertama kali dilakukan seorang perancang busana Indonesia, menciptakan koleksi fashion yang ramah lingkungan, mengikuti standar tekstil internasional.

Bekerja sama dengan HIVOS, Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPUK), Non Timber Forest Product Exchange Programme (NTFP EP) serta didukung oleh Uni Eropa, ia turut serta dalam program pembangunan inklusif dan ramah lingkungan.

“Koleksi ramah lingkungan ini adalah langkah besar terhadap apa yang selalu ingin saya raih bersama para penenun. Untuk membuktikan bahwa aneka tekstil tenun tangan tradisional tidak berbahaya untuk lingkungan hidup,” kata Merdi kepada Vemale.com dalam acara peluncuran koleksi terbarunya di Alun-Alun Indonesia Grand Indonesia Jakarta Pusat Jumat 26 Agustus 2016.

Koleksi tersebut diproses dengan menggunakan cara-cara yang berkelanjutan, zat warna alami, bubuk pewarna ramah lingkungan, ekstrak cairan dan serat organik. Tenun ramah lingkungan ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi dan juga pengurangan kemiskinan bagi 35.000 keluarga penenun di Indonesia dan Filipina.

Selain sebagai perancang, dirinya pun terpilih sebagai Duta Nasional Tekstil Tenun Ramah Lingkungan Indonesia. Diharapkan program tenun berkelanjutan ini dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan bagi pengrajin tenun.