Penulis
Intisari-Onine.com - Bulan Juli 1989, enam orang pria dari beberapa negara mencoba melakukan sebuah perjalanan melintasi benua Antartika hanya dengan menggunakan kereta ski yang ditarik sekawanan anjing.
Selama 220 hari kelompok ini menghadapi iklim yang paling buruk sedunia untuk menembus jarak 2741 mil. Mereka telah mengalami badai selama 2 bulan, menghadapi angin berkecepatan 90 mil per jam, serta suhu minus 43 derajat Fahrenheit.
Persis dua hari menjelang akhir perjalanan mereka, timbul badai salju yang dahsyat sampai-sampai mereka tidak dapat melihat jalan. Mereka lalu memutuskan untuk berkemah. Pada jam 16.30, Keizo Funatsu, anggota termuda asal Jepang, keluar dari kemah untuk memberi makan anjing-anjing mereka. Jaraknya hanya beberapa yard dari kemah mereka.
Namun saat itu sedang terjadi badai yang hebat! Sekalipun ia telah membuat petunjuk arah dengan menumpuk peralatan ski pada jarak-jarak tertentu, ia tetap kehilangan arah untuk kembali. Bahkan kemudian ia terperosok di dalam lubang!
Awalnya ia berusaha bangkit dan berjuang keluar untuk terus menuju kemah. Namun karena menyadari situasinya sangat berbahaya, Funatsu segera mengambil tindakan bertahan hidup. Ia memilih menenangkan diri sambil berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Ia berbicara pada dirinya sendiri. Di bawah ini kutipan sebagian tulisan dari buku hariannya yang menceritakan pengalaman mencekam tersebut:
"Setelah saya terperosok di dalam sumur salju, terpaan salju yang berhembus kencang menimbun badan saya dalam waktu 5-10 detik … Saya dapat bernafas melalui sebuah lubang yang kebetulan ada di dekat saya … saya mengetahui bahwa rekan-rekan saya pasti akan mencari saya. Saya yakin akan ditemukan … saya berkata kepada diri saya sendiri: Duduklah, tenanglah dan nikmatilah keadaan ini.”
"Di sumur salju saya sungguh-sungguh merasakan Antartika. Dengan salju dan keheningan yang menyelimuti saya, saya merasakan sepertinya berada di dalam Rahim ibu saya. Saya dapat mendengar detak jantung saya –dung, dung, dung- seperti jantung seorang bayi. Hidup saya tampaknya tak berarti dibandingkan dengan alam yang perkasa, dengan Antartika."
Dua jam setelah Funatsu hilang dalam badai salju, anggota tim segera menyadari apa yang terjadi. Selama empat jam berikutnya mereka mencari-carinya, namun tidak berhasil. Akhirnya pencarian harus dihentikan sementara karena suasana makin gelap dan badai terus mengamuk.
Pukul 04.00 keesokan paginya, teman-teman Funatsu kembali melanjutkan pencarian. Mereka mencari sambil berteriak-teriak memanggil nama Funatsu.
Pukul 06.00, Funatsu mendengar suara teman-temannya memanggil-manggil namanya. Ia segera berusaha bergerak dan muncul dari kuburan salju yang telah menimbunnya selama hampir 14 jam. Ia kemudian berdiri tanpa cidera sedikit pun sambil berteriak, “Saya masih hidup! Saya masih hidup!”
(Will Steger, “Six Across Antartica,” National Geographic 178:5, Nov 1990, p.67-93).
Bayangkan jika saat terperosok dan tertimbun salju di malam itu Funatsu langsung panik dan berkata berulang-ulang dalam hati. “Gawat! Bahaya! Mati gue!“ maka bisa jadi kita tidak akan pernah membaca kisah heroik yang menyentuh ini.
Karena Funatsu memilih untuk berpikir dan merasa positif, ia tetap bertahan. Ia mampu menenangkan dan meyakinkan dirinya sendiri. Ia memotivasi dirinya sendiri. Dan ia berhasil!
Kata-kata adalah buah dari pikiran dan perasaan kita. Ketika seseorang sedang galau, kata-kata yang terucap biasanya mengekspresikan kebingungannya; sebaliknya ketika ada orang sedang merasa bersemangat dan bahagia, kata-kata yang terucap biasanya sangat optimis dan antusias. Kedua keadaan ini sangat logis dan biasa. Semua orang mengalami dan melakukannya.
Yang tidak setiap orang lakukan adalah ketika menghadapi situasi yang tidak sesuai harapan, tidak menyenangkan, bahkan berbahaya, sebagian orang tetap berusaha untuk merasa dan berpikir positif dengan cara mengucapkan kata-kata positif yang meneguhkan, menguatkan dan memberi harapan.
Apakah cara ini membantu? Ya! Kata-kata dapat mempengaruhi perasaan dan pikiran kita, pun pikiran orang lain juga. Kata-kata positif dan optimis akan membuat hati lebih tenang dan pikiran lebih jernih. Sebaliknya, kata-kata negatif membuat pengucap dan pendengarnya terarah menjadi negatif juga.
Masaru Emoto dalam bukunya The Hidden Messages in Water menceritakan penelitian tentang bagaimana kata-kata berpengaruh pada benda hidup maupun benda mati. Menurutnya, kata-kata bahkan berpengaruh terhadap struktur molekul air. Air yang didoakan berubah bentuk menjadi kristal heksagonal yang sempurna sementara yang tidak didoakan atau dikutuk malah berubah menjadi tak beraturan.
Change your Words, Change your Worlds.