Find Us On Social Media :

Kenali 8 Jenis Racun Emosional yang Mencemari Kesehatan Mental

By Tika Anggreni Purba, Senin, 7 November 2016 | 16:07 WIB

Merasa diri lebih tinggi dari orang lain merupakan racun emosional.

Intisari-online.com—Tidak hanya udara dan air yang bisa terkena polusi, tapi jiwa juga. Jika polutan yang mencemari udara dan air bisa dikenali, maka polutan yang mencemari jiwa juga bisa. Biasanya racun-racun itu tergambar dari bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan perilaku kita. Sebenarnya banyak yang bisa dikategorikan sebagai polutan emosional. Namun berikut 8 racun emosional yang berada di peringkat teratas:

1. Merasa memiliki hak

Polutan ini yang paling sering terjadi. Seseorang merasa dirinya memiliki hak untuk mendapat perlakuan khusus. Misalnya, merasa berhak menerobos antrean, merokok di sembarang tempat, menyetir semaunya, mengatakan apapun yang ia inginkan, dan melakukan apapun sesukanya.

Mengapa ada orang yang melakukan hal itu? Karena dirinya tercemar polutan ‘merasa memiliki hak’ tadi. Selain itu, orang yang seperti ini juga sering merasa bahwa ia dipermainkan oleh ketidakadilan. Pola pikirnya begini, “Hidup saya juga sudah sulit, mengapa harus dipersulit dengan antrean?”, “Saya laki-laki, kamu yang harus memasak makanan,”, “Saya perempuan, harusnya kamu mendukung saya,” serta keharusan-keharusan lain.

2. Kebencian

Polutan emosional yang paling umum terjadi adalah kebencian. Hal ini bisa terjadi karena prasangka dan persepsi ketidakadilan. Misalnya tidak mendapatkan bantuan, apresiasi, pujian, penghargaan, penghormatan, dan kasih sayang. Kebencian juga bisa terjadi karena orang begitu marah karena merasa apa yang menjadi haknya tidak bisa dipenuhi.

3. Kemarahan

Kemarahan merupakan ekspresi dari kebencian yang tersimpan. Emosi ini biasanya menular. Lihat saja, betapa mudahnya kita marah kembali pada orang yang sedang marah. Bahkan sekalipun kemarahan itu ditujukan pada kita.

Tinggi hati bisa dilihat dari bahasa tubuh dan nada suara seseorang. Dari bahasa tubuhnya ia ingin menunjukkan bahwa dirinya lebih dari orang lain. Ia memiliki konsep diri yang tinggi, sehingga ia merasa lebih baik jika orang bisa melihat kesombongannya. Entah itu menyombongkan suku, agama, bahkan gender.