Penulis
intisari-online.com - Raja Thailand Bhumibol Adulyadej meninggal kemarin pukul 3.53 waktu setempat di RS Siriraj, Bangkok dalam usia 88 tahun. “Meskipun tim dokter sudah berusaha mengobati beliau dengan upaya maksimal, kondisi Raja tidak pernah membaik, tetapi malah memburuk sampai hari Kamis,” begitu Istana memberitakan.
Raja Bhumibol yang telah memerintah selama 70 tahun sudah menderita sakit selama bertahun-tahun, menderita karena gagal ginjal. Ia muncul di depan khalayak ramai pada Januari 2016. Bhumibol tidak menapaki jalan sebagai raja dan ia tinggal di dalam kehidupan yang tidak biasa.
Inilah sembilan hal yang perlu Anda ketahui.
Selama di Lausanne, Bhumibol belajar berbagai bahasa, termasuk Prancis, Jerman, dan Inggris. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang seni, dengan konsentrasi di fotografi dan music. Ia belajar piano, clarinet, dan saksofon.
Saat kecil, paman Bhumibol, Prajadhipok, menjadi raja. Namun revolusi tahun 1932 melucuti sebagian besar kekuatan Raja Prajadhipok sampai akhirnya turun tahta pada 1935. Mahkota kemudian beralih ke kakak Bhumibol, Ananda Mhaidol. Akan tetapi, pada 1946 Ananda ditemukan meninggal tertembak di kamar tidurnya, di Istana Grand Palace Bangkok. Hal ini membuat Bhumibol menjadi raja, saat berusia 18 tahun. Seputar kematian sang kakak tidak pernah dijelaskan dengan detail.
Setelah masa berkabung dan menerima peran sebagai Raja, Bhumibol membuat keputusan yang berani: kembali ke Swis untuk melanjutkan studinya. Namun ia berubah dari studi ilmu pengetahuan ke politik dan hokum di Universitas Lausanne. “Saya harus meninggalkan ibu kota ini dan meninggalkan Anda semua sebab (keputusan) ini penting karena saya akan menemukan diri saya,” katanya di radio sehari sebelum keberangkatan.
Saat di Swis itulah Bhumibol bertemu dengan Sirikit Kitiyakara, anak dari duta besar Thailand untuk Prancis. Keduanya lalu menikah di Bangkok seminggu sebelum penobatannya pada 5 Mei 1950. Mereka dikaruniai tiga puti dan seorang putra.
Kecintaan Bhumibol terhadap anjing merupakan sebuah legenda. Ia dikenang ketika mengambil anjing liar yang diberi nama Thongdaeng dan bahkan menulis buku tentang anjing itu yang kemudian menjadi bestseller.
Selama ia berkuasa, ekonomi Thailand meningkat dan mencapai status kelas menengah. Negaranya juga mulai melangkah ke arah negara demokrasi. Meskipun kritik terhadap monarki dilarang di Thailand, popularitas Bhumibol di mata rakyat tetap tinggi. Bahkan meski Negara mengalami kekacauan secara politik pada tahun 2014, Bhumibol tetap dapat menyatukan negaranya. Meski dalam kondisi sakit, ia tetap menjadi figure pemersatu bangsa.
Kekuasaan Bhumibol bukan tanpa kontroversi. Pada 2003 ia mendukung perang terhadap narkoba, yang menimbulkan korban 2.000 tersangka. Kelompok hak asasi manusia menyerang soal langkah ini dan meminta PBB untuk turun menyelidiki.
Putra Mahkota Vajiralongkorn, yang merupakan satu-satunya anak lelaki Raja Bhumibol, sudah diumumkan secara resmi sebagai pengganti sang Ayag. Namun, Vajiralongkorn merupakan sosok kontroversial dan kurang populer dibandingkan ayahnya.
Tiga kali bercerai sehingga dikenal sebagai suka main perempuan dan bergaya hidup mewah, Vajiralongkorn pun dikenal karena menjadikan anjing pudelnya Foo Foo sebagai kepala angkatan udara di Thailand. Ia juga dikenal karena menanggalkan nama dan gelar kerajaan anak-anaknya dan menyuruh mereka tinggal di pengasingan.
Banyak orang Thailand berharap bahwa Putri Sirindhorn, saudara perempuan Vajiralongkorn, menjadi Ratu. Ia lebih dikenal sebagai “Putri Malaikat” di kalangan masyarakat Thailand. Pada 1974, konstitusi Thailand diamandemen untuk membolehkan wanita meneruskan tahta kerajaan. Namun Bhumibol sudah memutuskan Vajiralongkorn sebagai penerusnya.